“Mencari rezeki yang halal adalah wajib, sesudah menunaikan yang fardhu (seperti sholat, puasa, dll). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).
Orang-orang tua dahulu sering memperingatkan tiga faktor yang sering membuat manusia “bertekuk lutut”, iaitu harta, takhta, dan wanita. Kejadian-kejadian selama ini sudah cukup bagi kita untuk mengangguk setuju, tak terkecuali yang menimpa orang-orang penting di pemerintahan. Memang, faktor yang disebut terakhir cenderung ditujukan kepada kaum Hawa, meskipun laki-laki juga demikian. Namun, bukan berarti Islam menutup peluang untuk memiliki ketiga-tiganya.
Terhadap harta, misalnya, dipersilakan untuk diusahakan dan bahkan dianjurkan dengan cara melakukan pekerjaan halal. Dilarang berpangku tangan tanpa bekerja dalam hidup ini. Sebab, yang demikian antara lain akan menciptakan beban kepada hamba-hamba yang lain dan menimbulkan kejahatan-kejahatan lain.
Berikutnya, meraih takhta tidak dilarang, asalkan dengan cara yang baik. Di antara nabi pun, ada yang meraih tahta, baik yang disebut sebagai raja mahu pun sebagai khalifah. Nabi Sulaiman a.s. adalah di antara raja yang paling terkenal sepanjang sejarah. Begitu juga Nabi Yusuf a.s. Nabi Muhammad SAW juga seorang kepala pemerintahan di masanya. Semua diraih dengan cara yang baik dan bertujuan baik, iaitu memimpin dan memperbaiki nasib umat.
Demikian juga halnya memiliki wanita; tidak diharamkan, asalkan melalui cara yang halal, iaitu jalur pernikahan. Bahkan, diberikan pahala besar bila seseorang menikah. Sebaliknya, berdosa, bila seseorang sudah cukup umur dan memiliki bekal tidak melakukan perkhawinan.
Solusinya(Inti), ketiga hal itu seharusnya tidak menjerumuskan, kalau dilakukan dengan baik-baik. Tetapi mengapa (sebahagian) kita lebih suka memilih cara yang menjerumuskan diri sendiri?
Orang-orang tua dahulu sering memperingatkan tiga faktor yang sering membuat manusia “bertekuk lutut”, iaitu harta, takhta, dan wanita. Kejadian-kejadian selama ini sudah cukup bagi kita untuk mengangguk setuju, tak terkecuali yang menimpa orang-orang penting di pemerintahan. Memang, faktor yang disebut terakhir cenderung ditujukan kepada kaum Hawa, meskipun laki-laki juga demikian. Namun, bukan berarti Islam menutup peluang untuk memiliki ketiga-tiganya.
Terhadap harta, misalnya, dipersilakan untuk diusahakan dan bahkan dianjurkan dengan cara melakukan pekerjaan halal. Dilarang berpangku tangan tanpa bekerja dalam hidup ini. Sebab, yang demikian antara lain akan menciptakan beban kepada hamba-hamba yang lain dan menimbulkan kejahatan-kejahatan lain.
Berikutnya, meraih takhta tidak dilarang, asalkan dengan cara yang baik. Di antara nabi pun, ada yang meraih tahta, baik yang disebut sebagai raja mahu pun sebagai khalifah. Nabi Sulaiman a.s. adalah di antara raja yang paling terkenal sepanjang sejarah. Begitu juga Nabi Yusuf a.s. Nabi Muhammad SAW juga seorang kepala pemerintahan di masanya. Semua diraih dengan cara yang baik dan bertujuan baik, iaitu memimpin dan memperbaiki nasib umat.
Demikian juga halnya memiliki wanita; tidak diharamkan, asalkan melalui cara yang halal, iaitu jalur pernikahan. Bahkan, diberikan pahala besar bila seseorang menikah. Sebaliknya, berdosa, bila seseorang sudah cukup umur dan memiliki bekal tidak melakukan perkhawinan.
Solusinya(Inti), ketiga hal itu seharusnya tidak menjerumuskan, kalau dilakukan dengan baik-baik. Tetapi mengapa (sebahagian) kita lebih suka memilih cara yang menjerumuskan diri sendiri?
0 ulasan:
Catat Ulasan