0

Yang Terlupa Dari Keikhlasan

Ikhlas, suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Sebuah kata yang singkat namun sangat besar maknanya. Sebuah kata yang seandainya seorang muslim terhilang darinya, maka akan berakibat fatal bagi kehidupannya, baik kehidupan dunia terlebih lagi kehidupannya di akhirat kelak. Ya itulah dia, sebuah keikhlasan. Amal seorang hamba tidak akan diterima jika amal tersebut dilakukan tidak ikhlas karena Allah.

Allah berfirman yang artinya,

“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya.” (Qs. Az Zumar: 2)

Keikhlasan merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Perkataan dan perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat (ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam)”

Apa Itu Ikhlas ?

Banyak para ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan membahas permasalahan niat (dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan keikhlasan), di antaranya Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, Imam Al Maqdisi dalam kitab Umdatul Ahkam, Imam Nawawi dalam kitab Arbain An-Nawawi dan Riyadhus Shalihin-nya, Imam Al Baghowi dalam kitab Masobihis Sunnah serta ulama-ulama lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan tersebut. namun, apakah sesungguhnya makna dari ikhlas itu sendiri ?

Ukhti muslimah, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah ketika engkau menjadikan niatmu dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah semata, engkau melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya (ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan pula karena engkau ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi di antara manusia, dan juga bukan karena engkau tidak ingin dicela oleh manusia. Apabila engkau melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena kesemua hal tersebut, maka ketahuilah saudaraku, itu berarti engkau telah ikhlas. Fudhail bin Iyadh berkata, “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya.”

Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas ?

Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah. Ketika engkau tersenyum terhadap saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudariku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya, “Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini.” Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab: “Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR. Muslim)

Perhatikanlah hadits ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh Allah wahai ukhti ?

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR Bukhari Muslim)

Renungkanlah sabda beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang seorang suami letakkan di mulut istrinya, apabila dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala. Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu yang engkau lakukan ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat ganjaran dan balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita.

Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas

Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Abdullah bin Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.”

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim)

Lihatlah ukhti, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya.” (HR Bukhari Muslim)

Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ? Dan sebaliknya, wahai ukhti, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya. Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa.

Buah dari Ikhlas

Untuk mengakhiri pembahasan yang singkat ini, maka kami akan membawakan beberapa buah yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya: Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (Qs. Shod: 82-83). Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas adalah orang tersebut akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. “ ( Qs. Yusuf : 24). Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai ukhti, apabila kita sering dan berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri kita, maka introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini, semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas. Amin ya Rabbal alamin.

***

Penulis: Abu ‘Uzair Boris Tanesia
Muroja’ah: Ust. Ahmad Daniel, Lc.
Artikel www.muslimah.or.id

0

Mas kahwin makin tinggi di Selangor...

SHAH ALAM - Setiap pasangan yang bercadang untuk melangsungkan perkahwinan mereka di Selangor mulai tahun 2010 bakal dikenakan bayaran mas kahwin sebanyak RM300

Sebelum ini, kadar mas kahwin di negeri itu hanya RM80 bagi anak dara manakala RM40 untuk golongan janda.

Mulai tahun depan, tiada lagi perbezaan untuk kadar mas kahwin sama ada untuk yang berstatus anak dara atau janda apabila kadarnya ditetapkan sama.

Pengarah Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS), Datuk Mohamed Khusrin Munawi berkata, kadar mas kahwin baru itu berkuat kuasa 1 Januari dan kenaikan dibuat bagi menyelaras semula kadar mengikut perkembangan ekonomi semasa kerana ia tidak pernah dikaji sejak tahun 1978.

"Kadar baru mas kahwin ini telah mendapat persetujuan Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah selaku Ketua Agama Islam negeri.

"Bagaimanapun, kita jangka kadar baru ini tidak membebankan pasangan yang ingin mendirikan rumah tangga kerana jumlahnya adalah munasabah," katanya kepada selepas melancarkan Kad Perakuan Nikah Pintar di sini semalam.

rujukan:

megat@kosmo.com.my
0

Selamat Pengantin Baru Abangku....


Kepada Seseorang Yang Memimpikan …. ….

Kepada Seseorang Yang Merindukan …. ….

Inilah Untaian Kata-Kata Indah …. ….


hari yang sangat bersejarah dalam hidup saya, kerana pada tahun lepas saya ketinggalan melihat bakal kakak ipar yang pertama dari abang sulung saya dan pada tahun ini saya tidak ketingglan lagi untuk melihat kakak ipar yang kedua dari abang saya yang kedua yang telah melangsungkan perkhawinannya di teratak ibunda dan ayahanda yang baru...hehehe.... sebagai anak keempat dari lapan orang adik beradik sudah pasti berasa amat gembira kerana baru sahaja menerima kehadiran kakak ipar ke-dua yang saya panggil Kak na..

Ucapan khas buat abangku yang telah berkhawin pada2 syawal 1430H...

Khawin, sebuah kata indah nan mempesona. Dialah harapan setiap insan manusia terutama khawin muda. Dengan menikah hidupkan semakin indah dan berharga, dan terjalin cinta kasih diatas ikatan suci. Alangkah indahnya pernikahan, alangkah bahagianya mereka yang menikah, hingga pena ini rasanya tak sanggup untuk mengungkapkan dan mengukir keindahan itu diatas coretan ini. Tidak ada siapa yang boleh menggambarkan keindahan pernikahan ini selain Yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa

yang telah berfirman :

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS.Ar-Ruum : 21).

Ahmad Baihaki & Azliena







pengantin lelaki sedang menyarung cincin di jari pengantin perempuan dan rombongan yang mahu pulang..














pengantin bergambar bersama dengan ustaz dan kawan-kawan
kenangan bersama bapa dan ibu mertua














huhuhu...penat betul ya nak dapatkan kakak ipar nie..satu hari suntuk kerja..hehehe..nie yang comel-comel nie anak sepupu saya aisya damia namanya..comel betul ya...



Seorang penyair mengatakan :

لَيسَ الفَتَاةُ بِمَالِهَا وَجَمَالِهَ ا كَلا وَلا بِمفَاخر الآبَاء
لكِنَّهَا بِعَفَافِها وَبِطهرِها وَصَلاحِها للزَوجِ والأَبنَاء
وَقِيَامِها بِشُؤُونِ مَنزِلِها وَاَن تَرعَاك في السَرَّاءِ والضَرَّاء

Perempuan itu bukanlah dilihat dari harta dan kecantikannya
Sekali-kali bukan itu, begitu juga tidak dilihat dari silsilah nenek moyangnya
Tapi perempuan itu dilihat dari kesucian dan agamanya
Dan (dilihat) dari kebaikannya kepada suami dan anak-anaknya
Serta (dilihat) dari ketekunanya dalam menjalankan tugas rumahnya
Dan dia selalu menemanimu dikala suka dan duka

INILAH HADIAH UNTUK PERKHAWINANMU… WAHAI ABANGKU
SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU, SERTA PERKHAWINANMU DIBERKATI DAN DIREDHAI ALLAH S.W.T…

Barangsiapa yang telah menikah berarti dia telah menjalankan separuh agamanya, maka bertaqwalah kepada Allah untuk mencapai separuhnya lagi...

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيكَ وَجَمَعَ بَينَكُما في خَيرٍ






0

Salam Silaturrahim Di Hari Lebaran Ini....


“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia senang menjalin silaturrahim” (HR. Imam Bukhari). Hari raya tak akan terasa indah, bila tidak dipadu dengan silaturrahim. Dilihat dari namanya, silaturrahim memang indah dan damai. “Silah” yang artinya hubungan atau menghubungkan, dan “ar-rahim” artinya kasih sayang. Singkat kata, silaturrahim merupakan jalan menuju kebahagiaan, kerana boleh mempererat hubungan dengan manusia, juga memperoleh redha Allah. Silaturrahim memang merupakan hal yang sangat dianjurkan Allah. Sebagaimana firmanNya, “Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim” (QS. An-Nisa’: 1). Begitu banyak keuntungan yang diperoleh dari melakukan silaturrahim. Mendapat kemudahan rezeki dan panjang umur adalah di antaranya. Rezeki Allah kadangkala diberikan lewat tangan-tangan atau sepatah kata dari orang lain. Misalnya, sepatah kata petunjuk dan bermanfaat dari orang lain kerap membuka fikiran kita lebar-lebar tentang pintu-pintu rezeki. Oleh karena itu, silaturrahim sebaiknya dilakukan bukan hanya dengan orang-orang yang dikenal, tetapi juga yang tidak dikenal. Selanjutnya, manusia yang gemar bersilaturrahim akan berkah umurnya. Kerana kalau hidup terus dalam damai, kita menjadi benar-benar menikmatinya. Segenap fikiran akan boleh ditumpahkan untuk hal-hal yang baik dan menghasilkan kemajuan bagi diri sendiri, lingkungan, bangsa, agama, dan negara. Silaturrahim juga memberi kesempatan untuk bertukar ilmu pengetahuan. Sebagaimana dimaklumi, kalau ditukar satu ilmu pengetahuan dengan satu ilmu pengetahuan. dikesempatan ini juga saya ingin mohon maaf kepada semua sahabat handai yang mengenali diri ini..segala kekhilafan yang terjadi selama ukhuwwah kita haarap dimaafkan...wassalam

0

Menjadi Kaya Dengan Sedekah


Sedekah merupakan salah satu ajaran Islam yang di dalamnya meniscayakan kepedulian dan keadilan sosial (social justice). Sedekah juga berfungsi sebagai medium membangun solidaritas sosial (social solidarity) dalam maknanya yang luas.

Dalam konteks ke-Malaysia-an, membincang kembali perintah sedekah merupakan sebuah keniscayaan yang tidak akan pernah kehilangan titik relevansinya. Apalagi di tengah realitas kemiskinan yang kian membengkak dari tahun ke tahun. Kemiskinan makin merajalela, seperti rumput dilalang. Ditebas pagi, petang tumbuh lagi. Rezim demi rezim penguasa mencuba melawannya, tetapi kemiskinan tetap di tempat semula, sindir Muhammad Sobari dalam artikelnya, Si Kaya dan Si Miskin (Kompas, 06/08/06).

Kemiskinan dengan demikian merupakan sebentuk bencana sosial yang penting direfleksikan. Dan realisasi perintah sedekah, sebagaimana diulas dalam buku Menjadi Kaya dengan Sedekah, ini adalah wujud dari refleksi itu sendiri. Dengan berderma kepada sesama bererti kita mengedepankan spirit kepedulian. Sedangkan kepedulian meniscayakan adanya rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama (hal.19).

Berangkat dari kesadaran inilah ajaran sedekah penting diteguhkan kembali. Sebab seseorang yang dalam hidupnya derma menafkahkan sebagian dari harta-harta bendanya, maka ia pasti akan menjumpai keberuntungan yang tak terkira. Ibnu Arabi seorang guru sufi yang dijuluki syaikhul akbar, pernah mengatakan: Dengan sedekah engkau dibalur dengan kemuliaan dan kedermawanan. Maka waspadalah dan berhati-hatilah engkau dalam menghadapi kebakhilan.

Dalam kitab Tanbihul Ghafilin dijelaskan bahwa sedekah itu tidak hanya membawa keberuntungan di akhirat saja sebentuk keyakinan yang dianggap abstrak oleh kebanyakan orang. Akan tetapi di dunia pun banyak keberuntungan-keberuntungan yang luar biasa dahsyat. Kerana itu tak hairan jika Imam Syafi’e dalam syairnya berucap: Kudermakan apa yang ada, walaupun sepanjang malam aku kelaparan dan dahaga.

Ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa pada zaman dahulu bangsa Israil dilanda peceklik. Banyak orang yang menderita kelaparan. Tidak sedikit pula yang meninggal dunia akibat tidak makan. Namun masih ada orang kaya tapi tak merasa sama sekali terhadap adanya musibah itu. Orang kaya tersebut memiliki seorang anak gadis yang baik hati dan budi pekertinya.

Suatu malam gadis itu sedang makan. Tiba-tiba datanglah seorang pengemis yang berdiri di ambang pintu.

Berikan aku sedekah semata-mata karena Allah meskipun hanya sepotong roti Ucap pengemis itu dengan wajah berseri-seri.

Gadis itu segera beranjak dan menghampirinya. Ia memberikan sepotong roti kepada pengemis itu dengan ikhlas. Senyumnya menandai betapa ia sangat senang memberikan sepotong roti kepada orang yang jauh lebih membutuhkan daripada dirinya. Bersamaan dengan itu, ayahnya yang kikir baru saja datang dari bekerja. Rupanya sang ayah mengetahui perbuatan anaknya yang dianggap sangat keterlaluan. Ia melutut dan memarahi anak gadisnya.

Setelah memarahi habis-habisan, dengan emosi yang tak terkawal, sang ayah kemudian bergegas pergi ke dapur dan mendapatkan pisau yang tajam. Sebentar saja pisau itu sudah sampai di hadapan anaknya. Dipegangnya tangan kanan anak itu dan dengan serta merta pergelangannya dipotong. Sang ayah rupanya tak mau peduli apakah anaknya akan cacat atau tidak.

Tak lama kemudian usaha orang kaya itu bangkrap. Semakin lama semakin menurun dan akhirnya benar-benar menjadi orang miskin. Hutangnya menjadi banyak dan membebani fikirannya sepanjang hari dan malam. Bekas orang kaya itu jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Beberapa waktu setelah itu, isterinya pun meninggal dunia pula.

Kini gadis itu menjadi sebatang kara. Sementara itu, perekonomian di negeri Israil kembali pulih. Orang-orang yang sebelumnya miskin kini menjadi makmur. Dan gadis itu terpaksa menjadi pengemis demi menampung kebutuhan hidupnya.

Suatu ketika ia berdiri di depan rumah bagus dan mewah. Ia berharap pemilik rumah kaya itu memberi sepotong roti atau apa saja yang dapat dimakan untuk mengganjal perutnya.

Sesaat kemudian keluarlah seorang wanita setengah baya dan menghampiri gadis tersebut. Ia memandangi gadis itu dengan penuh simpati. Akhirnya, gadis itu kemudian diambil anak angkat. Wanita pemilik rumah mewah itu diam-diam mempunyai rencana untuk menjodohkannya dengan anak lelakinya yang pergi merantau ke negeri orang dan tak kunjung mengirimkan khabar.

Setelah anaknya pulang, segeralah gadis itu dikhawinkan dengannya. Mereka menggelar pesta meriah dan mengundang kenalannya yang rata-rata orang kaya dan pejabat di negeri itu.

Di tengah majlis perkhawinan yang digelar, sang pengantin laki-laki merasa kurang senang melihat ulah isterinya yang dianggap kurang sopan, karena makan dengan tangan kiri. Pengantin laki-laki berusaha menegurnya. Tetapi pengantin wanita itu tetap merasa sulit karena selama ini ia menyembunyikan cacat tangannya sehingga tak seorang pun tahu.

Tiba-tiba terdengar suara dari luar, Keluarkanlah tangan kananmu. Sungguh, engkau pernah bersedekah sepotong roti dengan ikhlas karena Allah. Maka tanganmu sempurna kembali seperti semula

Mendengar suara tersebut, terpaksa pengantin wanita mengeluarkan tangan kanannya. Terjadilah suatu keajaiban: telapak tangannya yang terputus itu berubah seperti sediakala. Pengantin wanita itu sangat hairan melihat kejadian yang sangat menakjubkan itu.

Itulah keberuntungan orang yang ikhlas bersedekah, walau hanya sebatas roti. Sungguh balasan Allah jauh lebih besar dari apa yang kita bayangkan. Kedermawanan seorang gadis dalam kisah di atas menunjukkan bahwa sedekah merupakan wujud dari kepedulian sosial yang penting dikedepankan.

0

Kendali


“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Ali `Imran: 14).

Segala macam kesenangan dunia yang disebutkan dalam ayat di atas terbukti sungguh menyilaukan mata manusia. Siapa saja. Bukan hanya rakyat jelata, tetapi juga raja-raja. Untuk mendapatkan itu semua, seorang yang berstatus raja bisa berperangai layaknya seorang yang hina, dan bahkan lebih hina dari itu. Di sinilah diingatkan agar siapapun memperkuat kendali diri agar tidak mudah terjerumus dalam melakukan perbuatan yang berdosa.

Lebih-lebih dalam sejarahnya, dalam keluarga Nabi Adam saja, terdapat anaknya yang melakukan kejahatan dalam memperebutkan wanita, yaitu yang bernama Qabil. Ia benar-benar kehilangan kendali. Akal sehatnya hilang. Rasa ibanya musnah. Tak kenal lagi saudara, sehingga tega membunuh saudara kandungnya sendiri, Habil, demi memperebutkan Iklima yang rupawan. Perselisihan-perselisihan semacam itu terus-menerus terjadi hingga kini dan bahkan hingga berakhirnya umur dunia ini, terutama dalam memperebutkan kesenangan dunia. Ini suatu pertanda, betapa berat manusia dalam mengendalikan diri dari kecintaannya yang berlebihan pada segala macam kesenangan dunia.

Sebagai kendalinya, Rasulullah s.a.w. pernah mengajak kita ummatnya agar pandai membawa diri. Yaitu, senantiasa melihat ke bawah bila berkenaan dengan harta dunia, yaitu pada orang-orang yang memiliki harta lebih sedikit dari kita. Jangan melihat ke atas. Cara ini bukan hanya bisa menenteramkan hati, tetapi juga menambah rasa syukur kita kepada Allah atas segala rahmat yang telah diberikanNya kepada kita.

0

Marhaban Yaa Ramadhan




Seluruh umat Islam kini menyerukan 'Marhaban Ya Ramadhan, Marhaban Ya Ramadhan", selamat datang Ramadhan, Selamat datang Ramadhan. Di masjid-masjid, musholla, surat khabar, stesen televisi dan radio dan berbagai mailing list, ungkapan selamat datang Ramadhan tampil dengan berbagai ekpresi yang variatif.

Setiap media telah siap dengan dengan sederet agendanya masing-masing. Ada rasa gembira, ke-khusyukan, harapan, semangat dan nuansa spiritualitas lainnya yang sarat makna untuk diekpresikan. Itulah Ramadhan, bulan yang tahun lalu kita lepas kepergiannya dengan linangan air mata, kini datang kembali.

Sejumlah nilai-nilai dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa pun marak dikaji dan kembangkan. Ada nilai sosial, perdamaian, kemanusiaan, semangat gotong royong, kebersamaan, persahabatan dan semangat prularisme. Ada pula manfaat lahiriah seperti: pemulihan kesehatan (terutama perncernaan dan metabolisme), peningkatan intelektual, kemesraan dan keharmonisan keluarga, kasih sayang, pengelolaan hawa nafsu dan penyempurnaan nilai kepribadian lainnya. Ada lagi aspek spiritualitas: puasa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, ketaqwaan dan penjernihan hati nurani dalam berdialog dengan al-Khaliq. Semuanya adalah nilai-nilai positif yang terkandung dalam puasa yang selayaknya tidak hanya kita fahami sebagai wadah yang memenuhi intelektualitas kita, namun menuntut implementasi dan penghayatan dalam setiap aspek kehidupan kita.

Penting juga dalam menyambut bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategi dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu memikir menu untuk berbuka puasa dan sahur saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita. Kalau direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istemawa (baca: mewah) dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih berkah dan nikmat.

Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai 'Shahrul Ibadah' harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai 'Shahrul Fath' (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw. Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai 'Shahrul-Jihad" (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.

Dengan mempersiapkan dan memprogram aktifitas kita selama bulan Ramadhan ini, insya Allah akan menghasilkan kebahagiaan. Kebahagiaan akan terasa istimewa manakala melalui perjuangan dan jerih payah. Semakin berat dan serius usaha kita meraih kabahagiaan, maka semakin nikmat kebahagiaan itu kita rasakan. Itulah yang dijelaskan dalam sebuah hadist Nabi bahwa orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan.

Pertama yaitu kebahagiaan ketika ia "Ifthar" (berbuka). Ini artinya kebahagiaan yang duniawi, yang didapatkannya ketika terpenuhinya keinginan dan kebutuhan jasmani yang sebelumnya telah dikekangnya, maupun kabahagiaan rohani karena terobatinya kehausan sipritualitas dengan siraman-siraman ritualnya dan amal sholehnya.

Kedua, adalah kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya. Inilah kebahagian ukhrawi yang didapatkannya pada saat pertemuannya yang hakiki dengan al-Khaliq. Kebahagiaan yang merupakan puncak dari setiap kebahagiaan yang ada.

Akhirnya, hikmah-hikmah puasa dan keutamaan-keutaman Ramadhan di atas, dapat kita jadikan media untuk bermuhasabah dan menilai kualitas puasa kita. Hikmah-hikmah puasa dan Ramadhan yang sedemikian banyak dan mutidimensional, mengartikan bahwa ibadah puasa juga multidimensional. Begitu banyak aspek-aspek ibadah puasa yang harus diamalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas dan mampu menghasilkan nilai-nilai positif yang dikandungnya. Seorang ulama sufi berkata "Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum". Ini berarti di sana masih banyak puasa-puasa yang tidak sekedar beroleh dengan jalan makan dan minum selama sehari penuh, melainkan 'puasa' lain yang bersifat batiniah.

Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktifitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat "liwajhillah wa limardlatillah", karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.

0

Memahami Maksud Iddah

Persoalan mengenai iddah jarang diperkatakan dengan anggapan ramai yang tahu mengenainya, tetapi yang nyata masih ada kurang faham sehingga keadaan menjadi keliru.


Menurut kitab fiqah, iddah ialah waktu menunggu yang diwajibkan ke atas wanita yang diceraikan, sama ada cerai hidup atau cerai mati, bagi mengetahui sama ada empunya diri hamil atau tidak. Bagi wanita hamil, iddahnya sehingga lahir anak dikandungnya itu, baik cerai mati atau cerai hidup.


"Dan perempuan mengandung, tempoh iddahnya ialah hingga mereka melahirkan anak yang dikandungnya." (Surah at-Talaq: 4)


Wanita tidak hamil, ada ketikanya bercerai mati dan bercerai hidup. Bagi yang bercerai mati, iddahnya empat bulan sepuluh hari.


"Dan orang yang meninggal dunia antara kamu, sedang mereka meninggalkan isteri-isteri, hendaklah isteri-isteri itu menahan diri mereka (beriddah) selama empat bulan sepuluh hari." (Surah al-Baqarah: 234)


Jika diperhatikan, ayat 4 surah at-Talaq umum membabitkan cerai hidup dan cerai mati apabila hamil iddahnya sehingga lahir anak dan ayat 234 surah al-Baqarah juga umum membabitkan wanita hamil dan tidak apabila bercerai mati iddahnya empat bulan sepuluh hari. Di sini wujud sedikit perselisihan faham mengenai wanita bercerai mati sedangkan dirinya hamil, manakala anaknya lahir sebelum cukup empat bulan sepuluh hari dari tarikh suaminya meninggal. Apakah iddahnya tamat dengan melahirkan anak walaupun belum cukup tempoh empat bulan sepuluh hari dari tarikh suaminya meninggal kerana berdasarkan umumnya ayat pertama di atas?


Haruskah idahnya dicukupkan juga empat bulan sepuluh hari kerana berdasarkan ayat yang kedua? Menurut jumhur ulama salaf (terdahulu), iddahnya ialah lahir anaknya walaupun belum cukup empat bulan sepuluh hari. Tetapi menurut pendapat lain yang diriwayatkan daripada Ali, iddahnya mesti mengambil yang lebih panjang. Walaupun anaknya lahir lebih awal, iddahnya harus menunggu sehingga empat bulan sepuluh hari.


Menurut pendapat itu, jika sampai tempoh empat bulan sepuluh hari, tetapi anak yang dikandungnya belum lahir, iddahnya harus menunggu sehingga bersalin. Selain itu, ada perbezaan pendapat mengenai iddah wanita hamil.


Imam Syafie berpendapat iddah wanita terbabit dengan lahirnya anak dikandung apabila anak itu dari suami yang menceraikannya. Tetapi jika anak bukan dari suami yang menceraikannya, wanita terbabit tidak beriddah dengan kelahiran anak.


Pendapat Abu Hanifah, perempuan itu harus beriddah dengan lahir anaknya, baik anak itu anak daripada suami yang menceraikannya atau bukan, walau anak zina sekalipun. Iddah bagi wanita bercerai hidup dengan suaminya ialah tiga kali suci sekiranya dia mempunyai haid.


"Dan isteri-isteri yang diceraikan itu hendaklah menahan diri mereka (dari berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid)." (Surah al-Baqarah: 228)


Mengira tiga kali suci itu tidak dicampuri suaminya, dengan suci sewaktu perceraian dikira satu kali suci. Tetapi jika dalam suci waktu perceraian itu dicampuri, dikira tiga kali suci mulai suci dari haid pertama selepas perceraian. Demikian juga perceraian yang berlaku ketika haid, dikira tiga kali suci dari suci selepas haid yang berlaku sewaktu perceraian. Keadaan terbabit sekali gus menyebabkan iddah bagi seseorang wanita lebih panjang. Oleh kerana itu, adalah dilarang suami menceraikan isteri dalam keadaan haid dan suci yang sudah dicampuri. Isteri yang diceraikan suaminya sebelum dicampuri tiada iddah (tidak perlu beriddah).


"Kemudian kamu talak mereka itu sebelum kamu campuri, maka tidaklah mereka beriddah." (Surah al-Ahzab: 49)


Tetapi bagi wanita yang tiada haid, iddahnya tiga bulan. "Dan perempuan-perempuan dari kalangan kamu yang putus asa dari kedatangan haid, jika kamu menaruh syak (terhadap tempoh iddah mereka) maka idahnya ialah tiga bulan..." (Surah at-Talaq: 4)


Perempuan yang tiada haid ada tiga golongan; iaitu yang masih kecil (belum sampai umur), sudah sampai umur, tetapi belum pernah haid dan orang tua yang sudah keputusan atau monopos haid. Wanita beriddah tidaklah boleh dibiarkan begitu saja, malah mereka masih mempunyai hak daripada bekas suaminya, seperti tempat tinggal (rumah), pakaian dan segala perbelanjaan. Mereka ialah wanita yang taat dalam iddah rajiyah (boleh dirujuk), kecuali isteri derhaka, tidak berhak menerima apa-apa. Sabda Rasulullah s.a.w bermaksud: "Dari Fatimah binti Qais, berkata Rasulullah s.a.w kepadanya: 'Perempuan yang berhak mengambil nafkah dan rumah kediaman daripada bekas suaminya itu apabila bekas suaminya itu berhak rujuk kepadanya.'"

(Hadis riwayat Ahmad dan Nasai)


Wanita dalam iddah ba’in (tidak boleh dirujuk) jika hamil juga berhak mendapatkan kediaman, nafkah dan pakaian.


"Jika mereka (janda yang dicerai) mengandung, maka beri nafkahlah olehmu sampai lahir kandungannya." (Surah at-Talaq: 6)


Sementara wanita yang dicerai secara ba’in, tetapi tidak hamil, sama ada ba’in dengan tebus talak mahupun dengan talak tiga, mereka hanya berhak mendapatkan tempat tinggal.

"Tinggalkanlah mereka di tempat kediaman yang sepadan dengan keadaan kamu." (Surah at-Talaq: 6)


Bagaimanapun, sesetengah ulama berpendapat, wanita dicerai secara talak ba’in yang tidak hamil tidaklah berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal. Dari Fatimah binti Qais dari Nabi s.a.w mengenai perempuan yang ditalak tiga, kata Rasulullah, dia tidak berhak tempat tinggal dan tidak pula nafkah. (Hadis riwayat Ahmad dan Muslim)


Adapun firman Allah dalam surah at-Talaq ayat 6, kata mereka hanya terhadap wanita dalam iddah rajiyah.


Bagi wanita yang beriddah disebabkan kematian suami, mereka tidak mempunyai hak sama sekali walaupun hamil kerana diri dan anak yang dikandungnya sudah mendapat hak pusaka daripada suaminya yang meninggal.

"Janda hamil yang kematian suaminya tidak berhak mengambil nafkah."

(Riwayat Daruqutni)
0

Makluman Perkembangan Mahasiswa di (UIN)IAIN Ar-Raniry

Untuk makluman sahabat-sahabat sekalian :


Alhamdulillah, Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia-Indonesia Cawangan Aceh (PKPMI-CA) sesi 2009/2010 melalui Biro Informasi & Hubungan Luar yang dipengerusikan oleh
Al-Akh Mohd Zaim Irsyad bin Zainal Abidin telah berjaya membina sebuah laman web PKPMI-CA dalam rangka menyampaikan informasi-informasi kemahasiswaaan, pengajian, akademik dan sebagainya.


Sahabat-sahabat bisa melayarinya di
http://pkpmi-ca.blogspot.com/ . Sebarang pandangan atau cadangan bagi penambahbaikan laman ini, bolehlah disalurkan diruangan komentarnya atau terus menghubungi pengerusi biro ini ditalian : 085834188388.


Untuk makluman kepada umum :


1) Bagi sesiapa sahaja yang ingin mengetahui perkara yang berkaitan dengan pengajian di IAIN Ar-Raniry, Nanggroe Aceh Darussalam, anda boleh menghubungi pihak persatuan melalui
YDP PKPMI-CA 09/10 , Al-Akh Mohammad Azzar bin Ismail ditalian : 087890305903 atau Tim.YDP II(Peng.Helwani), Al-Ukht Nurul Najwa bt Mohammad : 085834186397 atau bisa melalui Biro Informasi & Hubungan Luar.


2) Bagi sesiapa sahaja yang berhasrat untuk melakukan kunjungan ke Aceh melalui apa sahaja program-program yang dianjurkan dan sebagainya, maka pihak PKPMI-CA bersedia memberikan bantuan seadanya, InsyaAllah. Anda boleh terus menghubungi Pengerusi Biro Rehlah & Sambutan, Al-Akh Azrul Aminor Rasyid bin Ramli ditalian : 087890302402.


Catatan : Alhamdulillah, sehingga kini jumlah mahasiswa Malaysia di Aceh iaitu di IAIN Ar-Raniry adalah 140 orang. Mereka terdiri dari bekas pelajar KIAS, Kelantan ( 117 orang Muslimin & Muslimat ), Ma’ahad Tahfiz Malim Nawar, Perak ( 10 orang Muslimin sahaja ) dan selebihnya dari Ma’ahad Ibtida’iyah, Kedah.


Pelajar dari KIAS hadir tanggal 25 Ogos 2008 dan terus ke tahun 4 (akhir), pelajar Ma’ahad Tahfiz Malim Nawar hadir seminggu lebih awal dari pelajar KIAS dan mereka adalah lepasan SPM yang memulai pengajian di tahun pertama di IAIN dan pelajar dari Ma’ahad Ibtida’yah, Kedah juga ke tahun pertama dan hadir disini sekitar tahun 2006 ( generasi pertama selepas Tsunami ).


Makluman terkini yang kami (pihak persatuan) terima, InsyaAllah kami akan menerima kehadiran mahasiswa baru dari pelbagai IPT di Malaysia seawal tarikh 20 Julai ini iaitu dari Taman Pengajian Islam, Kemaman, Terengganu, Ma’ahad Tahfiz Malim Nawar, Perak dan UNITI, Negeri Sembilan. Bagi pelajar-pelajar dari Kemaman dan Malim Nawar, mereka akan memulai pengajian di tahun pertama. Kehadiran berikutnya akan bermula pada bulan Ogos nanti dari pelbagai pusat pengajian yang akan kami informkan kemudian. Ahlan wa sahlan wa marhaban bikum kami ucapkan.


Sekian terima kasih.
0

Salam Imtihan Buat Mahasiswa/si UinAr-Raniry....

Assalamualaikum w.r.t...

Alhamdulillah dengan limpah kurniaNya dapat kita bersua dan bertatap karya di alam maya ini...buat sahabat-sahabat yang dikasihi...pejam celik-pejam celik sudah tinggal beberapa minggu dan jika dihitung jarinya ada beberapa hari lagi lagi kita semua akan menghadapi ujian final...malahan sesetengah matakuliah sudah kita ikuti imtihannya walaupun tanggal ujian sebenar masih belum sampai....apa-apa pun disini ana ingin MOHON maaf jika ada salah dan silap buat sahabat semua...kalau ada hutang satu ribu RUPIAH tu halal-halalkan jer...hehehee...jika ada ana bermasam muka buat antum semua harap dimaafin ya...semoga kita semua sukses sokmo...biar cepat habis boleh CEPAT balik MALAYSIA....hehehe...LOVE YOU'LL MY FREINDS...GOOD LUCK...(^_^)




0

Penenteram Hati Lelaki (2)

Adapun rincian amalan wanita shalihah sebagaimana yang tersebut di dalam ayat di atas telah banyak disebut dalam hadits-hadits yang shahih. Juga riwayat kehidupan wanita-wanita sahabat atau istri-sitri Nabi shallallahu alaihi wasallam yang juga para ibu bagi segenap kaum muslimin.

Di antaranya hadits yang sudah kerap disampaikan oleh para dai dan mubaligh, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Bagaimanakah wanita yang shalihah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab:
“Yang selalu menggembirakan suami tatkala memandangnya, yang selalu menaatinya apabila memerintahnya, dan tidak menyelisihi suaminya dalam urusan hartanya (suami) dan dirinya (istri) dengan sesuatu yang dibenci sang suami.” (Riwayat Nasa’i dalam Al-Mujtaba, kitab Usyratun Nisa, hadits no. 75. lihat juga Tuhfatul Asyraf 1358. diriwayatkan juga oleh Ahmad II/751, 432, 438. juga Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra VII/82. Diriwayatkan juga dari hadits Abi Said al-Muqbari dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak II/161, 166, dan dishahihkannya serta disepakati oleh Dzahabi. Hadits tersebut juga memiliki syahid dari hadits Abdullah Ibnu Salam dikeluarkan oleh Thabrani dalam Al-Mujamul kabir).

Adapun maknanya, Imam Suyuti berkata: “Arti sabdanya Shallallahu alaihi wasallam: ‘…menggembirakan suami tatkala memandangnya’, yaitu dikarenakan kebagusan penampilan lahirnya dan keindahan akhlaknya serta kontinuitasnya dalam kesibukannya melaksanakan ketaatan kepada Allah Subahnahu wa Taala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam. Perkataan serupa juga diucapkan oleh Fuad Abdul Baqi.” (lihat Sunan Ibni Majah, cetakan Al-Maktabah At-Tijariah I/596). Beliau juga mengatakan dalam Al-Idhah fi Ilmi an-Nikah, cetakan Darul Fikr hal. 5: Sesungguhnya para Ahli Fikih telah banyak memberikan nasihat kepada kaum wanita agar menyempurnakan penampilan mereka ketika berada di dalam rumah bersama suami. Yakni dengan merapikan/ menata rambutnya, berhias dan menggunakan wangi-wangian sehingga menyejukkan hati suami-suami mereka.

Imam Al-Ghazali juga berkata: “Sesungguhnyapandangan suami menjadi sejuk tatkala melihat istrinya, apabila sang istri sudah menjadi kecintaan suami.” (lihat Ihya Uluimuddin dengan takhrij Hafidh Al Iraqi, cetakan Darul Hadi II/86).

Bagian pertama dari hadits di atas, berdasarkan apa yang diterangkan oleh para ulama, memberikan makna bahwa seorang wanita shalihah pertama-tama haruslah menampilkan dirinya sebagai penyejuk hati tatkala dipandang suami. Seorang suami yang bertakwa akan senang melihat istrinya selalu taat beribadah. Disamping itu, ia juga menyejukkan pandangan suaminya dengan penampilannya yang bersih, rapi, dan bagus dipandang. Ia juga selalu menggunakan wangi-wangian agar semakin menarik perhatian suami sehingga senang berdekatan dengannya. Disitulah salahs atu letak kebahagiaan suami. Seusai menjalankan tugasnya di luar rumah, baik dalam upaya mencari penghidupan, ataupun untuk menyelesaikan urusan-urusan dakwah, suami bisa berbesar hati mendapatkan hiburan dari sambutan dan penampilan istri. Segala rasa penat di badan, dan segala bentuk persoalan yang membebani pikiran akan dengan sendirinya berkurang, bahkan tak terasa sama sekali. Dari situlah keutuhan rumah tangga muslimah akan bisa terjaga.

Bisa dibandingkan dengan kehidupan suami yang beristrikan seorang wanita karier ala propaganda jahiliah, dimana ia juga merasa memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan suaminya. Dikala suami membutuhkan sentuhan sang istri seusai bekerja sehari penuh, disaat itu pula si istripun menuntut hal yang sama. Lalu bagaimana pula penampilannya dihadapan sang suami? Segala kecantikannya telah diobral di luar rumah. Kelembutan dan kasih sayangnya telah ia bagi-bagikan kepada teman lelaki sejawat ataupun bisnis patnernya. Tenaga dan pikirannyapun telah terkuras untuk berbagai urusan di luar rumah. Sebagai klimaksnya, si suamipun akan mencari alternatif lain untuk melampiaskan hasratnya lewat berbagai media audio visual yang serba canggih, atau merenggut wanita lain untuk dijadikan pendamping. Hal itu akan semakin ramai apabila si istripn turut berbuat serupa. Wal iyadzu billah.

0

Penenteram Hati Lelaki...

Wanita shalihah, tak hanya seperti yang diungkap dalam Al-Quran:

إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ

… melainkan orang-orang yang beriman dan beramal shalih…

Yaitu yang selamat dari bencana kerugian dunia dan akhirat. Namun lebih dari itu, ia adalah anugerah duniawi yang paling mulia bagi seorang lelaki muslim. Dalam diri seorang wanita shalihah, terdapat berbagai faktor pendukung bagi terciptanya mahligai surga dunia untuk dirinya dan suaminya, plus merentang jalan bagi mereka berdua menuju kebahagiaan ukhrawi yang abadi.

Keshalihan dalam diri wanita, tentu tak terbentuk begitu saja. Menjadi wanita shalihah berarti menjadi wanita yang ikhlas beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taala, dan sempurna ber-ittiba kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Ia harus mengetahui segala kewajibannya terhadap Dzat yang menciptakannya, dan terhadap manusia yang menjadi pendamping hidupnya. Yaitu sang suami. Dalam hal ini, dominasi ilmu menjadi demikian menonjol. Kestabilan jiwa dalam mengontrol prilaku dan akhlaknya juga menjadi amat menetukan. Ibnu Taimiyyah berkata: Manusia dicptakan dalam keadaan bodoh dan suka berbuat zhalim. Asal dirinya adalah al-jahlu, alias tak berbekal ilmu dan cenderung ingin berbuat jahat. Maka dikala hendak berbuat atau berkata-kata, ia membutuhkan konsep keilmuan yang rinci untuk megenyahkan kebodohannya, dan konsep keadilan yang rinci untuk mengantisipasi kecenderungannya berbuat zhalim. (lihat Majmu Fatawa XIV hal. 61. juga lihat at-Tafsiru al Kabir III/324 Daaru al-Kutub al-Ilmiah, Beirut)

Satu standar keshalihan seorang wanita muslimah telah disebutkan Allah Subhanahu wa Taala di dalam Al-Quran:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

…Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…

Imam Al-Baghawi berkata: Yang dimaksud dengan Qanitat, yaitu yang berlaku taat. Sedang al hafidhaat lil ghaib artinya yang selalu memelihara kemaluaannya, tatkala ditinggal pergi suaminya. Ada juga yang mengatakan yang dimaksud adalah mampu memelihara rahasia rumah tangganya. (lihat Maalim at-Tanzil II/107). Beliau (al-Baghawi) juga mengatakan dalam Syarhu as-Sunnah: Arti al-Qanitaat yaitu yang selalu memenuhi hak-hak suaminya. Ada juga yang mengatakan, artinya waita-wanita yang rajin melaksanakan shalat.

Ibnul Jauzi berkata: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: Al-Qanitaat, yaitu wanita-wanita yang selalu berlaku baik terhadap sang suami. Sedang Ibnu Mubarok berkata: Yaitu mereka yang selalu beramal shalih. (lihat Zaadu al-Maisir fi Ilmi at-Tafsir, cetakan maktabah Daril Baz II/23).

Sementara Ibnu taimiyah menandaskan: Wanita shalihah, ialah yang bersifat qanitat. Yaitu yang menjaga kontinuitas ketaatannya terhadap suami. Apabila suatu ketika ia enggan memenuhi ajakan suaminya untuk bersenggama, maka ia telah berbuat kemaksiatan yang membolehkan dirinya untuk dipukul (dengan pukulan yang tidak menyakitkan).

Semua keterangan di atas cukup memberikan gambaran yang ringkas, bahwa seorang wanita shalihah harus membekali diri untuk menyempurnakan ibadahnya dihadapan Allah Subhanahu wa Taala. Disamping itu, ia juga selalu memperhatikan apa yang menjadi hak suaminya. Selalu menaati, memenuhi apa yang menjadi keinginannya selama masih dalam bentuk yang syari, serta sebisa mungkin melakukan tindakan dan amalan yang menurut pandangannya terbaik di hadapan suami. Kalau semuanya itu terlaksana dengan baik, satu hal yang wajar apabila seorang suami yang bertakwa akan merasakan rumah tangganya ibarat surga dunia, pelengkap dari anugerah ketakwaan yang telah Allah berikan kepadanya.

0

Kronologi Empayar Uthmaniyyah

0

Muhammad Sebagai Seorang Suami

Di antara tanda kasih sayang Allah swt terhadap manusia adalah diutusnya Rasul ditengah-tengah mereka. Inilah nikmat paling besar yang Allah swt karuniakan kepada manusia. Agar para Rasul menjadi penerang bagi orang-orang yang salah jalan. Menjadi penunjuk bagi orang-orang yang tersesat.

Hal paling utama dan berharga yang dipersembahkan para Rasul kepada manusia setelah penunjukan jalan hidayah Allah swt. adalah mereka, para Rasul sebagai contoh teladan bagi yang meniti jalan menuju Allah swt, agar orang beriman mengambil apa yang mereka contohkan dalam segenap urusan dan bidang, fiddunya wal akhirah.

Allah swt berfirman tentang pribadi Nabi kita Muhammad saw.:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Al Ahzab:21

Berkata Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini: “Inilah ayat mendasar yang berisikan anjuran menjadikan Rasulullah saw sebagai suri teladan, dalam ucapan, perbuatan dan keadannya.”

Dan bukti kemurahan Allah swt terhadap umat Islam ini adalah, bahwa sirah atau perjalanan hidup Nabi saw. baik berupa ucapan, perbuatan dan keadaannya direkam dan dijaga oleh para tokoh –ahli hadits- yang mukhlis. Dan mereka menyampaikan apa yang datang dari Rasul kepada orang lain dengan sangat amanah.

Contoh sederhana adalah tentang petunjuk Nabi bagaimana beliau makan, cara minum, berpakaian, berhias, bagaimana beliau tidur dan ketika terjaga, ketika beliau mukim atau sedang safar, ketika beliau tertawa atau menangis, dalam kesungguhan atau canda, dalam suasana ibadah atau hubungan sosial, perihal urusan agama atau dunia, ketika kondisi damai atau saat perang, dalam berinteraksi dengan kerabat atau orang yang jauh, menghadapi teman atau lawan, sampai pada sisi-sisi yang menurut orang bilang “intim” dalam hubungan suami-istri. Semuanya terekam, tercatat dan diriwayatkan dengan sahih dalam sirah perjalanan hidup beliau saw.

Dalam tulisan sederhana ini kami paparkan petunjuk Nabi saw. tentang bagaimana beliau berinteraksi dengan istri-istrinya. Bagaimana beliau bermu’amalah dan menjaga mereka. serta bagaimana beliau melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak mereka.

Muhammad Bersikap Adil

Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan perilaku adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal, termasuk sesuatu yang remeh dan sepele. Beliau adil terhadap istri-istrinya dalam pemberian tempat tinggal, nafkah, pembagian bermalam, dan jadwal berkunjung. Beliau ketika bertandang ke salah satu rumah istrinya, setelah itu beliau berkunjung ke rumah istri-istri beliau yang lain.

Soal cinta, beliau lebih mencintai Aisyah dibanding istri-istri beliau yang lain, namun beliau tidak pernah membedakan Aisyah dengan yang lain selamanya. Meskipun di sisi lain, beliau beristighfar kepada Allah swt karena tidak bisa berlaku adil di dalam membagi cinta atau perasaan hati kepada istri-istrinya, karena persoalan yang satu ini adalah hak preogratif Allah swt. saja. Rasulullah saw. bersabda:

(اللهم إن هذا قسمي فيما أملك، فلا تلمني فيما لا أملك)

“Ya Allah, inilah pembagianku yang saya bisa. Maka jangan cela aku atas apa yang aku tidak kuasa.”

Ketika beliau dalam kondisi sakit yang menyebabkan maut menjemput, beliau meminta kepada istrinya yang lain agar diperkenankan berada di rumah Aisyah. Bahkan ketika beliau mengadakan perjalanan atau peperangan, beliau mengundi di antara istri-istrinya. Siapa yang kebagian undian, dialah yang menyertai Rasulullah saw.

Muhammad Bermusyawarah Dengan Para Istrinya

Rasulullah saw mengajak istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya.
Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki. Allah swt berfirman:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Al Baqarah:228.

Adalah pendapat dari Ummu Salamah ra pada peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan serta-merta menjalankan perintah Nabi saw, padahal sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin.

Muhammad Lapang Dada dan Penyayang

Istri-istri Rasulullah saw memberi masukan tentang suatu hal kepada Nabi, beliau menerima dan memberlakukan mereka dengan lembut. Beliau tidak pernah memukul salah seorang dari mereka sekali pun. Belum pernah terjadi demikian sebelum datangnya Islam. Perempuan sebelum Islam tidak punya hak bertanya, mendiskusikan dan memberi masukan apalagi menuntut.
Umar ra berkata:

“Saya marah terhadap istriku, ketika ia membantah pendapatku, saya tidak terima dia meluruskanku. Maka ia berkata; “Mengapa kamu tidak mau menerima pendapatku, demi Allah, bahwa istri-istri Rasulullah memberi pendapatnya kepada beliau, bahkan salah satu dari mereka ngambek dan tidak menyapanya sehari-semalam. Umar berkata; “Saya langsung bergegas menuju rumah Hafshah dan bertanya: “Apakah kamu memberi masukan kepada Rasulullah saw? ia menjawab: Ya. Umar bertanya lagi, “Apakah salah seorang di antara kalian ada yang ngambek dan tidak menegur Rasul selama sehari-semalam? Ia menjawab: Ya. Umar berkata: “Sungguh akan rugi orang yang melakukan demikian di antara kalian.”

Cara Nabi Meluruskan Keluarganya

Rasulullah saw tidak pernah menggap sepele kesalahan yang diperbuat oleh salah satu dari istri. Beliau pasti meluruskan dengan cara yang baik. Diriwayatkan dari Aisyah:

تقول عائشة رضي الله عنها: ما رأيت صانعة طعام مثل صفية صنعت لرسول الله طعاما وهو في بيتي، فارتعدت من شدة الغيرة فكسرت الإناء ثم ندمت فقلت: يا رسول الله ما كفارة ما صنعت؟ قال: إناء مثل إناء، وطعام مثل طعام.

“Saya tidak pernah melihat orang yang lebih baik di dalam membuatkan masakan, selain Shafiyah. Ia membuatkan hidangan untuk Rasulullah saw di rumahku. Seketika saya cemburu dan membanting piring beserta isinya.” Saya menyesal, seraya berkata kepada Rasulullah saw. “Apa kafarat atas perilaku yang saya lakukan?” Rasulullah saw menjawab: “Piring diganti piring, dan makanan diganti makanan.”

Rasulullah saw. menjadi pendengar yang baik. Beliau memberi kesempatan kepada istri-istrinya kebebasan untuk berbicara. Namun beliau tidak toleransi terhadap kesalahan sekecil apa pun. Aisyah berkata kepada Nabi setelah wafatnya Khadijah ra.:
“Kenapa kamu selalu mengenang seorang janda tua, padahal Allah telah memberi ganti kepadamu dengan yang lebih baik.” Maka Rasulullah saw marah, seraya berkata: “Sunggguh, demi Allah, Allah tidak memberi ganti kepadaku yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku ketika manusia mengingkariku. Ia menolongku ketika manusia memusuhiku. Saya dikaruniai anak darinya, yang tidak Allah berikan lewat selainnya.”

Muhammad Pelayan Bagi Keluarganya

Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan khidmah atau pelayanan ketika di dalam rumah. Beliau selalu bermurah hati menolong istri-istrinya jika kondisi menuntut itu. Rasulullah saw bersabda:

وكان يقول: (خدمتك زوجتك صدقة)

“Pelayanan Anda untuk istri Anda adalah sedekah.”

Adalah Rasulullah saw mencuci pakaian, membersihkan sendal dan pekerjaan lainnya yang dibutuhkan oleh anggota keluarganya.

Muhammad Berhias Untuk Isterinya

Rasulullah saw mengetahu betul kebutuhan sorang wanita untuk berdandan di depan laki-lakinya, begitu juga laki-laki berdandan untuk istrinya. Adalah Rasulullah saw paling tampan, paling rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya agar berhias untuk istri-istri mereka dan menjaga kebersihan dan kerapihan. Rasulullah saw bersabda:

وكان يقول: (اغسلوا ثيابكم وخذوا من شعوركم واستاكوا وتزينوا وتنظفوا فإن بني إسرائيل لم يكونوا يفعلون ذلك فزنت نساؤهم).

“Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il tidak melaksanakan hal demikian, sehingga wanita-wanita mereka berzina.”

Muhammad dan Canda-Ria

Rasulullah saw tidak tidak lupa bermain, bercanda-ria dengan istri-istri beliau, meskipun tanggungjawab dan beban berat di pundaknya. Karena rehat, canda akan menyegarkan suasan hati, menggemberakan jiwa, memperbaharui semangat dan mengembalikan fitalitas fisik.

فعن عائشة - رضي الله عنها- أنها قالت خرجنا مع رسول الله (صلى الله عليه وسلم) في سفر فنزلنا منزل فقال لها : تعالي حتى أُسابقك قالت: فسابقته فسبقته، وخرجت معه بعد ذلك في سفر آخر فنزلنا منزلا فقال: تعالي حتى أسابقك قالت: فسبقني، فضرب بين كتفي وقال : هذه بتلك).

Dari Aisyah ra berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah saw dalam suatu safar. Kami turun di suatu tempat. Beliau memanggil saya dan berkata: “Ayo adu lari” Aisyah berkata: Kami berdua adu lari dan saya pemenangnya. Pada kesempatan safar yang lain, Rasulullah saw mengajak lomba lari. Aisyah berkata: “Pada kali ini beliau mengalahkanku. Maka Rasulullah saw bersabda: “Kemenangan ini untuk membalas kekalahan sebelumnya.” Allahu A’lam

Laman Sahabat

Bicara UKHUWWAH

ShoutMix chat widget

Followers

About Me

Foto Saya
ibnu qais
Dilahir di Kampung tercinta di Desa Permai Pagut pada tanggal 18 Mei 1986 pada jam 08.55pm bersamaan 9 Ramadhan 1406 Hijrah iaitu jatuh pada hari Ahad. Mendapat pendidikan awal di Sekolah Agama (Arab) Al-Ittihadiah Tanjung Pagar, Ketereh.Kemudian melanjutkan ke pengajian menengah di Sekolah Menengah Agama (Arab) Darul Aman, Kok Lanas dari 1999-2002, sekarang dikenali Ma'had Tahfiz Sains Nurul Iman. Setelah itu saya berhijrah ke Sekolah Menengah Agama (Arab) Azhariah, Melor. Setelah tamat, saya mendapat tawaran melanjutkan pengajian ke peringkat diploma bidang syariah di Kolej Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra (KIAS),Kelantan (2005-2008) dan sekarang melanjutkan pengajian sarjana di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Nanggroe Acheh Darussalam, Republik Indonesia,dalam Fakultas Syariah Jurusan Ahwalul Syakhsiyyah(Hukum Keluarga Islam). Sebarang pandangan emailkan kepada yiez_almaqdisi@yahoo.com @ ibnqais@gmail.com.
Lihat profil lengkap saya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Ultimos Comentarios

 
Copyright © Jalan Yang Lurus