0

Memilih Pendamping Hidup Ideal dan Islami

PERNIKAHAN merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan muslim. Betapa tidak, pernikahan adalah proses penyempurna keimanan seorang muslim, dan juga menjadi cara paling nutral untuk mendapatkan pasangan dan kesenangan dalam hidup. Semua sepakat dalam hal ini. Tapi yang menjadi pertanyaan bagi para muslimah adalah bagaimana tipikal belahan jiwa alias soulmate seperti yang diinginkan Allah dan Rasul-Nya?




Sebelum pertanyaan tersebut terjawab, ada pertanyaan penting yang harus kalian tanyakan kepada diri kalian sendiri, sebelum memulai untuk membukakan pintu hati kalian bagi calon pasangan hidup. iaitu, “Apakah kalian sudah siap untuk menikah?” Mungkin banyak teman kalian yang secara emosional sudah siap untuk mengambil pasangan hidup. Namun mesti di ingat, pernikahan pun menescayakan berbagai tanggung awab secara spiritual, emosional, dan finansial yang menuntut komitmen tinggi dan ekspektasi yang realistis. Ketika kalian memutuskan siap untuk menikah, maka merujuklah kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah untuk mencari petunjuk tentang karakteristik pendamping hidup menurut syari'at.


Pernikahan meliputi kasih sayang, sikap saling menghargai (apresiasi), rasa cinta, belas kasih, rasa kasihan, redha, ikhlas dan lain sebagainya. Semua hal tersebut boleh didapatkan dan dipelajari dalam berbagai cara, salah satunya adalah berdiskusi dengan orang-orang yang sudah menjalani pernikahan. Dan hal-hal tersebut akan dengan mudah didapatkan jika kalian dan pasangan memiliki wawasan keislaman yang utuh. Dengan demikian, ketakwaan pendamping hidup menjadi faktor kunci dalam kebahagiaan rumah tangga kelak.
...Banyak wanita yang lebih memilih calon pasangan hidup yang cemerlang dalam hal-hal keduniaan...
Banyak wanita yang sulit sekali untuk memilih calon suami atau pendamping hidup yang cocok dalam segala hal. Mereka lebih memilih calon pasangan hidup yang cemerlang dalam hal-hal keduniaan. Padahal sejatinya hanya ada satu tolak ukur yang tidak akan berubah dan tak akan tergantikan, meski zaman telah barubah. iaitu tolak ukur ketakwaan. Sebab hal tersebutlah yang akan diredhai Allah dan menjadikan pernikahan penuh berkah.

Oleh kerana itu, hendaklah para muslimah, orangtua, atau wali mereka mempertimbangkan sosok lelaki yang bertakwa, meskipun secara faktor duniawi biasa-biasa saja. Ini mengingat, laki-laki yang soleh dan bertakwa lebih utama dari laki-laki yang tidak berakhlak, meskipun mereka memiliki rumah-rumah yang terbuat dari emas dan perak. Pasalnya, kepemilikan harta berlimpah tanpa ketakwaan berpotensi merosak kan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Rasulullah SAW pun bersabda, “Jika datang kepada kalian seorang laki-laki yang engkau redhai (faham) agama dan baik ahklaknya, maka nikahkanlah dia. Jika engkau tidak melakukannya, maka akan timbul fitnah dan kerosakan di muka bumi.”

Jika dilihat sejarah zaman, seorang lelaki Abdurrahman bin Auf yang  orang kaya di kalangan kabilah Quraisy rela menikah dengan Bilal, seorang budak dari Habasyah, namun memiliki kesolehan dan akhlak terpuji.
…saudari Abdurrahman bin Auf yang orang kaya di kalangan kabilah Quraisy rela menikah dengan Bilal, seorang budak dari Habasyah, namun memiliki keshalihan dan akhlak terpuji….
Tengoklah Sa’id bin Al-Musayyib, seorang tabi'in yang menolak untuk menikahkan anak perempuannya kepada seorang penguasa. Dikutip dari buku Az-Zaujah Al-Mubdi’ah wa Asrar Al-Jamal, Shabah Said menulis, “Dia (Sa’id bin Al-Musayyib) malah menikahkan puterinya dengan orang fakir yang bertakwa yang hanya memiliki dua dirham untuk membayar mahar puterinya.”

Puteri Al-Musayyib itu pun menetap di rumah suaminya yang rajin menghadiri majeis ilmu ayah mertuanya, Sa’id bin Al-Musayyib. Puteri Al-Musayyib pernah berkata kepada suaminya, “Mohon duduklah wahai suamiku, aku akan ajarkan engkau ilmu dari ayahku, Sa’id.” Dalam kisah ini terdapat pelajaran bahwa seorang ayah yang alim dan ahli fikih seperti Sa’id senantiasa mengajari putreinya ilmu (tauhid), fikih, dan akhlak. Sehingga tertanam di hati puterinya perasaan redha untuk menikah dengan seorang laki-laki yang soleh dan bertakwa, meski suaminya adalah orang miskin.

Para muslimah harus menyadari bahwa orangtua yang cerdas akan berpikir bahwa kalian adalah amanah bagi keduanya. Orangtua demikian akan memilihkan seorang calon suami yang akidahnya lurus dan berakhlak mulia. Ini mengingat, jika orangtua menikahkan puterinya dengan seorang laki-laki berakhlak bejat (tidak  baik) dan fasik hanya kerana mengharapkan kehormatan atau harta, maka dia sama saja telah berbuat jahat kepada anak gadisnya.

Inilah mengapa orang-orang soleh terdahulu mewanti-wanti agar setiap muslimah menikah dengan laki-laki soleh dan baik pemahaman agamanya. Masih dalam Az-Zaujah Al-Mubdi’ah wa Asrar Al-Jamal, dikisahkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Hasan Al-Bashri, “Banyak orang yang telah mendatangiku untuk meminang puteriku, lantas kepada siapakah aku menikahkan puteriku?”
…Nikahkanlah dengan orang yang bertakwa. Sebab jika orang tersebut mencintainya, dia akan memuliakannya, namun jika dia tidak mencintainya, paling tidak dia tidak akan menzaliminya…

Hasan Al-Bashri menjawab, “Nikahkanlah dengan orang yang bertakwa. Sebab jika orang tersebut mencintainya, dia akan memuliakannya, namun jika dia tidak mencintainya, paling tidak dia tidak akan menzaliminya.” Dengan demikian, anjuran Islam kepada para muslimah untuk mencari pasangan hidup yang soleh merupakan sebuah bentuk penghormatan kepada mereka. Tidak ada penghormatan yang lebih tinggi melebihi penghormatan Islam kepada kemuliaan wanita
0

19 Keistimewaan Wanita


Berbahagialah wahai wanita solehah. Sebab Rasulullah SAW bersabda, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim, Ahmad, dan An-Nasa’i). Disisi lain berhati-hatilah sebab Beliau SAW juga berpesan tentang fitnah terbesar dari kaum mu, “Tidak ada suatu fitnah (bencana) yang lebih besar bahayanya dan lebih bermaharajalela-selepas wafatku terhadap kaum lelaki selain daripada fitnah yang berpunca daripada kaum wanita.” 
(H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Do’a wanita lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut, jawab baginda: “Ibu lebih penyayang daripada ayah dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
Wanita yang solehah itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang soleh.
Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, darjatnya seperti orang yang senantiasa menangis kerana takut Allah SWT dan orang yang takut Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.

Barang siapa yang membawa hadiah (barang, makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedekah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki. Maka barang siapa yang menyukai akan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail A.S 

Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya, akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW) di dalam syurga. Barang siapa yang mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dengan penuh rasa takwa serta bertanggung jawab, maka baginya adalah syurga. 

Dari Aisyah r.a. “Barang siapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuannya lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya api neraka.” Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
Apabila memanggilmu dua orang ibu bapamu maka jawablah panggilan ibumu dahulu.
Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari manapun pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab. 

Wanita yang taat pada suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama dia taat kepada suaminya dan rakannya (serta menjaga solat dan puasanya). 

Aisyah r.a. berkata, “Aku bertanya pada rasulullah SAW, siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?” Jawab baginda, “suaminya.” “Siapa pula berhak terhadap lelaki?” jawab Rasulullah SAW, “Ibunya.” 

Perempuan apabila solat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya, serta taat pada suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana saja yang dia kehendaki. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia kedalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10.000 tahun) 

Apabila seorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1000 kejahatan.
Apabila seorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah SWT . Apabila seorang perempuan melahirkan anak, keluarlah ia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkan. Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan dari susunya diberi satu kebajikan. Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah SWT memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah SWT.

 referensi:
Dikutip dari arsip UNIC Virtual Komuniti, dengan perubahan seperlunya tanpa mengubah makna.
0

Perempuan Buta

Di sudut pasar kota Madinah, seorang pengemis Yahudi bermata buta duduk di tepi pasar. Setiap hari ia berseru kepada orang-orang yang mendekatinya:

"Wahai saudaraku, jangan kau dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong besar. Dia itu tukang sihir. Bila mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya".

Tetapi setiap pagi pula Rasulullah S.a.w mendatanginya dengan membawa makanan. Tanpa berkata sepatah kata pun, beliau menyuapinya walaupun pengemis itu selalu berteriak untuk tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Kebiasaan itu dilakukan beliau sampai menjelang wafat. Setelah beliau wafat, maka tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi buat pengemis buta itu.

Suatu saat Abu bakar r.a berkunjung ke rumah anaknya, Aisyah R.ha. Beliau bertanya kepada anaknya,

"Anakku, apakah masih ada lagi sunnah kekasihku yang belum kukerjakan".

Aisyah R.ha menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah ahli sunnah. Hampir tidak ada satu sunnahpun yang belum ayah lakukan, kecuali satu sunnah lagi".

"Apakah Itu?", tanya Abu bakar r.a.

Lalu Aisyah bercerita bahwa setiap pagi Rasulullah S.a.w selalu pergi ke hujung pasar. Beliau membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi yang matanya buta.

Esok harinya, Abu bakar r.a. ke pasar, membawa makanan untuk pengemis buta itu. Abu Bakar r.a. mulai menyuapi. Tiba-tiba pengemis itu marah dan berteriak,

"Siapa kamu ?".

Abu Bakar r.a menjawab, "Aku orang yang biasa dan akan terus memberimu makan".

Kerana merasa berbeza, pengemis buta itu berkata, "Bukan. Engkau bukan orang itu".

Kemudian pengemis buta itu bercerita bahawa orang yang biasanya datang kepadanya tangannya tidak canggung dan kaku. Tidak susah mulutnya mengunyah. “Dia menyuapiku dengan terlebih dahulu makanan itu dihaluskannya dengan mulutnya”. Perlu diketahui bahwa di kalangan masyarakat Arab, kebiasaan mengunyahkan makanan buat orang yang disayangi itu lumrah dilakukan.

Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya. Beliau menangis teresak-esak.

“Aku memang bukan orang yang biasa mendatangimu. Tetapi aku adalah salah seorang sahabatnya. Dia orang yang mulia. Tetapi dia telah meninggal dunia. Dia adalah Muhammad Rasulullah S.a.w”, kata Abu Bakar r.a di sela-sela tangisannya.

Mendengar keterangan Abu Bakar r.a, pengemis itu terkejut, termenung sejenak. Tetapi ia kemudian menangis sekuat-kuatnya. Berulang-ulang ia bertanya, apa itu benar? Kemudian ia berkata:

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya. Ya Allah, ia tidak pernah marah kepadaku sedikitpun. Ia bahkan mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi. Ya Allah, betapa mulianya dia”, ujarnya di antara tangisan. Pengemis Yahudi yang buta tersebut akhirnya mengucap syahadah di hadapan Abu Bakar r.a. Akhirnya perempuan buta itu masuk Islam...betapa indahnya akhlaknya Rasulullah...apakah kita mampu membuat seperti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah....saya pasti kita tidak akan mampu...kepada sahabat, teman-temanku hayatilah cerita ini...pasti air matamu menitis....



Sumber : Kitab Hayatush Shahabah.
0

Gempa Kembali Bergegar Di Aceh

Gegaran bumi yang berlaku akibat gempa berkekuatan 7.2 pada skala Richter di Meulaboh, Aceh telah menyebabkan sekumpulan pelajar institusi pengajian tinggi yang sedang mengadakan aktiviti di Pantai Ujong Batee, Banda Acheh turut menjadi cemas.

Mereka termasuklah empat pelajar Malaysia yang menyertai 160 pelajar Indonesia dari Institut Agama Islam Negeri, Ar Raniri, yang sedang menjalani program Rehlah (Hari Keluarga) Fakulti Usuluddin institut itu di pantai tersebut.


"Waktu itu saya baru selesai makan tengah hari bersama beberapa rakan lain dan nak ke masjid untuk solat, tiba-tiba sahaja kepala saya rasa pening. Tak lama kemudian, bumi bergegar lebih kuat untuk kali keduanya dan pada masa itu bukan sahaja rasa pening malah seperti nak termuntah pula," kata Abdullah Hakimi Zainal Abidin.


Abdullah Hakimi, 21, yang pertama kali mengalami kejadian gempa berkata gegaran kedua itu menyebabkan rakan-rakan mereka yang lain turut cemas.


"Mereka yang sedang mandi manda di laut, terus berlari naik ke daratan dan tak berapa lama selepas itu, siren amaran tsunami turut dibunyikan di pantai itu," katanya ketika di hubungi dari sini.

Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofizika (BMKG) Indonesia yang mengeluarkan amaran potensi tsunami berikutan kejadian gempa di kedudukan 66km Barat Daya Meulaboh, Acheh pada pukul 12.59 tengah hari itu, telah menarik balik amaran itu kemudiannya.


Belum ada laporan mengenai kemalangan jiwa atau kerosakan harta benda diterima berikutan kejadian gempa itu.


Abdullah Hakimi, yang juga Setiausaha Agung Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia cawangan Aceh, berkata selepas mendengar siren tsunami itu beliau dan tiga rakan pelajar Malaysia meluru ke motosikal dan bergegas meninggalkan kawasan pantai itu.


Tiga lagi pelajar Malaysia yang ada bersama beliau pada masa itu ialah Muhammad Muslim Amran, 20, Abdul Halim, 27, dan Syed Muzaffar, 24. Mereka telah pergi ke pantai itu pagi ini menaiki dua motosikal.


Pada masa yang sama Abdullah Hakimi berkata beliau juga telah dihubungi Pengarah Jabatan Penuntut Malaysia (MSD) di Indonesia Datuk Paduka Dr Junaidy Abu Bakar yang menasihatkan mereka semua untuk segera meninggalkan kawasan pantai berikutan amaran tsunami oleh pihak berkuasa Indonesia.


Pelajar jurusan ijazah Sarjana Muda Akidah dan Falsafah itu berkata, dalam perjalanan pulang dari pantai itu beliau melihat ramai sekali penduduk Aceh meninggalkan rumah masing-masing menaiki kereta dan motor sehingga jalan raya menjadi sesak dengan lalu lintas untuk seketika kerana suasana pada masa itu cemas sekali.

Keadaan di Banda Aceh kembali normal sejak pukul 3 petang ini setelah warganya mendapat berita penarikan balik amaran tsunami oleh pihak BMKG.


Abdullah Hakimi berkata, pelajar-pelajar Indonesia yang ada bersama mereka di pantai itu kurang cemas kerana sudah berpengalaman dengan beberapa gempa bumi sebelum ini.


Semasa dihubungi, beliau sedang berada di lapangan terbang untuk menyambut ketibaan Pengarah Sukan Kementerian Pengajian Tinggi Dr Shaharuddin Ismail, yang sememang dijadual sampai di Banda Aceh petang ini.


Untuk sementara waktu ini, katanya kesemua pelajar Malaysia di institut itu ditempatkan di rumah Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia cawangan Aceh di Darussalam sehingga Yang Dipertua persatuan itu mengeluarkan arahan baru.


Sementara itu Dr Junaidy dalam satu kenyataan yang dikeluarkan di sini berkata ada sejumlah 165 pelajar Malaysia sedang menuntut di Institut Agama Islam Ar Raniri, Aceh.

engarah MSD Indonesia itu berkata selain empat pelajar berkenaan yang berada di tepi pantai, kesemua pelajar Malaysia yang lain berada di lokasai lain yang jaraknya 10km dari pantai.


"Maklumat yang diperolehi daripada pemimpin pelajar, semua pelajar dalam keadaan selamat. Para pelajar telah diberitahu agar mengikuti SOP kecemasan sekiranya berlaku lagi gempa susulan dan tsunami.


"Pihak Jabatan Penuntut Malaysia sedang memantau keadaan para pelajar Malaysia dan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta serta Pejabat Konsulat Jeneral Malaysia di Medan diletakkan dalam keadaan berjaga-jaga untuk membantu para pelajar Malaysia sekiranya keadaan semakin buruk," katanya.


Beliau meminta ibu bapa yang ingin mendapatkan maklumat tentang anak-anak mereka di Aceh supaya menghubunginya di talian +6281 80 88 11111 (Dato' Dr Junaidy) atau email jun@ukm.my.


refrensi:

http://malaysiakini.com/
1

Wahai Ukhti, Ringankanlah Maharmu..

Bersama izin wali, kerelaan calon mempelai wanita, dan saksi, mahar menjadi syarat sahnya akad nikah. Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon isterinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Allah SWT berfirman,
"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan." (An-Nisa':4)

Dalam tafsirnya, Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, “Ayat ini menunjukkan adanya kewajiban atas seorang suami untuk memberikan mahar bagi isteri. Hal demikian sudah menjadi kesepakatan para ulama dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini.” Allah menyatakan, “Berikanlah maskawin kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (An-Nisa’ 24).


Mahar ini menjadi hak isteri sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak isteri. Syariat Islam tidak menentukan batasan minimum atau maksimum untuk mahar pernikahan. Dan boleh saja mahar itu berbentuk wang, benda atau pun jasa, tergantung permintaan pihak isteri. Namun syariat menganjurkan wanita agar meringankan mahar kepada calon suaminya dan tidak berlebihan, bagi memudahkan proses pernikahan dan menghindari maraknya perzinaan.
… Islam mengajarkan wanita agar meringankan mahar dan menyederhanakannya serta tidak melakukan persaingan…

Dalam fatwanya, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyatakan bahwa Islam mengajarkan wanita agar meringankan mahar dan menyederhanakannya serta tidak melakukan persaingan, sebagai pengamalan kita kepada banyak hadits yang berkaitan dengan masalah ini, untuk mempermudah pernikahan dan untuk menjaga kesucian kehormatan pemuda-pemudi.


Meski demikian, lanjut Syaikh Bin Baz, para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini; ini adalah hak perempuan (calon isteri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan puterinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama.


Allah SWT berfirman,
 
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (An-Nur: 32).

…Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk mempermudah urusan, bukan mempersulit, demikian pula dalam hal mahar untuk pernikahan…

Selain itu, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk mempermudah urusan, bukan mempersulit, demikian pula dalam hal mahar untuk pernikahan. Dikutip dari Ishlah An-Nisa’; fi Al-‘Aqidah wa Al-‘Ibadah wa Al-Bait wa As-Suluk, Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Sahl bin Sa’ad bahwa ada wanita yang memintakan dirinya untuk dinikahi, oleh Rasulullah, namun beliau menolaknya. Lalu ada seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya.” Beliau pun bertanya, “Apa yang engkau miliki (sebagai mahar)?” Sahabat itu menjawab, “Aku tidak memiliki apa pun.” Rasulullah berkata, “Kalau begitu, pergi dan carilah mahar, walaupun hanya sebuah cincin dari besi.”


Sahabat itu pun pergi kemudian datang lagi seraya berkata kepada Nabi, “Demi Allah aku tak menemukan apa pun termasuk cincin besi. Namun aku memiliki kain ini, dan untuknya (sebagai mahar) separuh kain ini.” Nabi balik bertanya, “Apa yang dapat engkau lakukan dengan kainmu itu? Jika engkau mengenakannya, dia tidak boleh memakainya. Sebaliknya jika dia yang mengenakannya, maka engkau tidak boleh memakainya.” Sahabat itu pun lalu duduk. Setelah duduk lama, dia pun bangkit. Nabi melihatnya, lalu beliau memanggilnya. Nabi bertanya, “(Hafalan) apa yang engkau punya dari Al-Qur’an?” Dia menjawab, “Aku punya hafalan beberapa surat; surat ini dan surat itu.” Nabi pun bersabda, “Aku nikahkan engkau dengan dia dengan mahar hafalan surat yang engkau miliki.”


Beliau pun melarang para muslimah berlebihan dalam menetapkan mahar pernikahan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya perkawinan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya. Dan beliau bersabda: perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan urusan perkawinannya dan baik akhlaknya. Adapun perempuan yang celaka iaitu yang mahal maharnya, menyusahkan perkahwinannya, dan buruk akhlaknya.”
…Rasulullah bersabda, Sesungguhnya perkawinan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya…

Ajaran Islam yang mudah pun menetapkan bahwa mahar tidak selalu berbentuk materi fisik atau hal-hal yang merefleksikan kekayaan dan kesejahteraan. Selain harta kekayaan, mahar boleh berupa sesuatu yang diambil upahnya (jasa) dan manfaat yang akan kembali kepada si wanita, seperti keislaman dan hafalan Al-Qur’an.


Imam An-Nasa’i meriwayatkan hadits shahih, bahawasanya Anas bin Malik menuturkan, “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislaman dirinya. Adalah Ummu Sulaim masuk Islam sebelum Abu Thalhah. Abu Thalhah bermaksud meminang dirinya. Ummu Sulaim menjawab, “Sungguh aku telah masuk Islam. Apabila engkau masuk Islam, aku bersedia menikah denganmu. Lalu Abu Thalhah pun masuk Islam, dan hal itu menjadi mahar bagi pernikahan di antara keduanya.


Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Abu Thalhah meminang Ummu Sulaim. Ummu Sulaim menjawab, “Demi Allah wahai Abu Thalhah, tak ada seorang seperti dirimu pantas ditolak, namun sayang engkau ini orang kafir. Sedangkan aku ini wanita muslimah, dan tak boleh menikah denganmu. Bila engkau mahu masuk Islam, itulah maharku dan aku tidak minta yang lain lagi.”


Abu Thalhah pun kemudian masuk Islam, dan itulah mahar untuk menikahi Ummu Sulaim. Tsabit Al-Bannani, seorang tabi'in terkemuka, menjelaskann riwayat tadi dengan mengatakan, “Aku tidak mendengar lagi ada wanita yang maharnya lebih mulia ketimbang maharnya Ummu Sulaim. Mereka pun menikah dan mendapatkan keturunan.”
…Hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi?...

Wahai ukhti muslimah, lihatlah bagaimana wanita solehah seperti Ummu Sulaim yang lebih mengutamakan agama daripada nafsu syahwat. Mahar Ummu Sulaim menjadi sebaik-baik mahar di dalam Islam. Hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi?

Syariat Islam menetapkan aturan-aturan yang mudah dan mulia. Tidak perlulah para muslimah mengikuti wanita-wanita jahiliyah yang berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar dan merasa bangga dengan hal itu. Betapa kasihannya para wanita yang tidak kunjung menikah kerana menetapkan mahar yang begitu tinggi. Dengan demikian, permudah dan ringankanlah maharmu wahai ukhti muslimah! 

Referensi:
  1. Syaikh Sa’ad Yusuf, Ishlah An-Nisaa`; fi Al-‘Aqidah wa Al-‘Ibadah wa Al-Bait wa As-Suluk.
  2. Fatwa-fatwa Terkini.
0

Bercerai Kerana Orang Tua Suruh, Bolehkah?

Memilih antara menuruti keinginan suami atau tunduk kepada perintah orangtua merupakan dilema yang banyak dialami kaum wanita yang telah menikah. Bagaimana Islam mendudukkan perkara ini?

Seorang wanita apabila telah menikah maka suaminya lebih berhak terhadap dirinya daripada kedua orangtuanya. Sehingga ia lebih wajib menaati suaminya. Allah Ta’ala berfirman:


فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ

Maka wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (bepergian) dikarenakan Allah telah memelihara mereka…” (An-Nisa’: 34)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam haditsnya:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ

“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan (menyenangkan) mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu. Dan bila engkau bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu) dan menjaga hartamu.”
Dalam Shahih Ibnu Abi Hatim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (Disahihkan oleh Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam al-Irwa')
Dalam Sunan At-Tirmidzi dari Ummu Salamah radliyallah 'anha, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.” At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا لِأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. at-Tirmidzi, beliau berkata, "Hadits ini hasan”).
“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.” HR. At-Tirmidzi
Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan lafadznya: “…niscaya aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka dikarenakan kewajiban-kewajiban sebagai istri yang Allah bebankan atas mereka.”(Shahih Sunan Abi Dawud)
Dalam Al-Musnad dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah pantas bagi seorang manusia untuk sujud kepada manusia yang lain. Seandainya pantas/boleh bagi seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya. Demi Zat yang jiwaku berada di tangannya, seandainya pada telapak kaki sampai belahan rambut suaminya ada luka/borok yang mengucurkan nanah bercampur darah, kemudian si istri menghadap suaminya lalu menjilati luka/borok tersebut niscaya ia belum purna menunaikan hak suaminya.”
Demikian pula dalam Al-Musnad, Sunan Ibni Majah, dan Shahih Ibni Hibban dari Abdullah ibnu Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: "Tatkala Mu’adz datang dari bepergiannya ke negeri Syam, ia sujud kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menegur Mu’adz, “Apa yang kau lakukan ini, wahai Mu’adz?” Muadz menjawab:
أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَجَدْتُهُمْ يَسْجُدُوْنَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ، فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ تَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ
“Aku mendatangi Syam, aku dapati mereka (penduduknya) sujud kepada uskup mereka. Maka aku berkeinginan dalam hatiku untuk melakukannya kepadamu, wahai Rasulullah.”
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَفْعَلُوا ذَلِكَ، فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، وَلَوْ سَأََلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
 
“Jangan engkau lakukan hal itu, karena sungguh andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya.” (Shahih Sunan Abi Dawud dan Musnad Ahmad).
Dari Thalaq bin Ali, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ دَعَا زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ وَلَوْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ
“Suami mana saja yang memanggil istrinya untuk memenuhi hajatnya (jima') maka si istri harus/wajib mendatanginya (memenuhi panggilannya) walaupun ia sedang memanggang roti di atas tungku api.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Jika suami memanggil istrinya untuk berjima' maka si istri wajib memenuhi panggilannya walaupun ia sedang memanggang roti di atas tungku api.
Dalam kitab Shahih (Al-Bukhari) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْئَ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, namun si istri menolak untuk datang, lalu si suami bermalam (tidur) dalam keadaan marah kepada istrinya tersebut, niscaya para malaikat melaknat si istri sampai ia berada di pagi hari.”
Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suami adalah tuan (bagi istrinya) sebagaimana tersebut dalam Kitabullah.” Lalu ia membaca firman Allah Ta'ala:وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ Dan keduanya mendapati sayyid (suami) si wanita di depan pintu.” (Yusuf: 25).
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nikah itu adalah perbudakan. Maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat/memerhatikan kepada siapa ia memperbudakkan anak perempuannya.”
Dalam riwayat At-Tirmidzi dan selainnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:  اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ  “Berwasiat kebaikanlah kalian kepada para wanita/istri karena mereka itu hanyalah tawanan di sisi kalian.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Shahih Sunan Ibnu Majah).
Dengan demikian seorang istri di sisi suaminya diserupakan dengan budak dan tawanan. Ia tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izinnya, walau ayahnya atau ibunya memerintahkannya, menurut kesepakatan para imam.
Apabila seorang suami ingin membawa istrinya pindah ke tempat lain, ia tetap menunaikan hak istrinya dan menjaga hukum Allah atas istrinya, sementara mertuanya melarang anak perempuannya tersebut untuk menuruti suami pindah ke tempat lain, maka si istri wajib menaati suaminya. Bukannya menuruti kedua orangtuanya.
Orang tua seperti ini telah berlaku zalim, karena telah melarang si wanita untuk menaati suaminya. Bila ibunya menyuruh minta khulu' (minta dicerai) kepada suaminya atau membuat suaminya bosan/jemu hingga suaminya menceraikannya, ia tidak boleh mentaatinya.
Seorang wanita tidak boleh menaati salah satu dari kedua orangtuanya agar meminta cerai kepada suaminya, bila ternyata suaminya seorang yang bertakwa kepada Allah Ta’ala.
Diriwayatkan dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya mencium wanginya surga.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi).
Dalam hadits yang lain
الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Istri-istri yang minta khulu’(tanpa alasan yang membenarkannya) dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi).
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya mencium wanginya surga.” Shahih Sunan at-Tirmidzi
Namun, jika kedua orang tuanya memerintahkannya kepada kebaikan dan melaranganya dari kemungkaran, ia wajib mentaatinya. Bahkan jika yang memerintahkan itu orang lain yang datangnya dari orang tua.

Apabila suami melarangnya dari melaksanakan perintah Allah dan menyuruhnya mengerjakan larangtan Allah, ia tak boleh mentaatinya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.” (HR. Imam Ahmad, isnadnya shahih menurut Syaikh Ahmad Syakir)
Bahkan seorang tuan andai memerintahkan perbuatan maksiat kepada budaknya, tidak boleh menaati tuannya dalam perkara maksiat itu. Karena kebaikan itu seluruhnya dalam menaati Allah dan Rasul-Nya, sebaliknya kejelekan itu seluruhnya dalam bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” Wallahu a’lam bish-shawab!!.
0

Kawinilah Wanita Kerana Agamanya

Yahya bin Yahya an Naisaburi mengatakan bahwa beliau berada di dekat Sufyan bin Uyainah ketika ada seorang yang menemui Ibnu Uyainah lantas berkata, “Wahai Abu Muhammad, aku datang ke sini dengan tujuan mengadukan fulanah -iaitu isterinya sendiri-. Aku adalah orang yang hina di hadapannya”. Beberapa saat lamanya, Ibnu Uyainah menundukkan kepalanya. Ketika beliau telah menegakkan kepalanya, beliau berkata, “Mungkin, dulu engkau mengahwininya kerana ingin meningkatkan martabat dan kehormatan?”. “Benar, wahai Abu Muhammad”, tegas orang tersebut. Ibnu Uyainah berkata, “Siapa yang menikah kerana menginginkan kehormatan maka dia akan hina. Siapa yang menikah kerana cari harta maka dia akan menjadi miskin. Namun siapa yang menikah kerana agamanya maka akan Allah kumpulkan untuknya harta dan kehormatan di samping agama”.
Kemudian beliau mulai bercerita, “Kami adalah empat laki-laki bersaudara, Muhammad, Imron, Ibrahim dan aku sendiri. Muhammad adalah kakak yang paling sulung sedangkan Imron adalah bongsu. Sedangkan aku adalah tengah-tengah. Ketika Muhammad hendak menikah, dia memilih pada kehormatan. Dia menikah dengan perempuan yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dari pada dirinya. Pada akhirnya dia jadi orang yang hina. Sedangkan Imron ketika menikah memilih pada harta. Kerananya dia menikah dengan perempuan yang hartanya lebih banyak dibandingkan dirinya. Ternyata, pada akhirnya dia menjadi orang miskin. Keluarga isterinya merebut semua harta yang dia miliki tanpa menyisakan untuknya sedikitpun. Maka aku penasaran, ingin menyelidiki sebab terjadinya dua hal ini.

Tak disangka suatu hari Ma’mar bin Rasyid datang. Kau lantas bermusyawarah dengannya. Kuceritakan kepadanya kes yang dialami oleh kedua saudaraku. Ma’mar lantas menyampaikan hadits dari Yahya bin Ja’dah dan hadits Aisyah. Hadits dari Yahya bin ja’dah adalah sabda Nabi s.a.w

Perempuan itu dinikahi kerana empat faktor iaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, nescaya engkau akan menjadi orang yang rugi (HR Bukhari dan Muslim). 

Sedangkan hadits dari Aisyah adalah sabda Nabi s.a.w, “Perempuan yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan biaya (mahar) pernikahannya” (HR Ahmad).


Oleh karena itu kuputuskan untuk menikah kerana faktor agama dan agar beban lebih ringan kerana ingin mengikuti sunnah Rasulullah s.a.w. Di luar dugaan Allah kumpulkan untukku kehormatan dan harta di samping agama. (Tahdzib al Kamal 11/194-195, Maktabah Syamilah).
Demikianlah nasihat dan petua salah seorang ulama besar di zamannya, Sufyan bin Uyainah bin Maimun Abi Imran. Beliau lahir pada pertengahan Sya’ban tahun 107 H dan meninggal dunia pada hari sabtu tanggal 1 Rajab tahun 198 H. Dalam nasihat beliau adalah bagaimanakah wujud nyata dari menerapkan sabda Nabi s.a.w, “Pilihlah yang baik agamanya. Jika tidak, nescaya engkau akan menjadi orang yang rugi”. Namun banyak orang yang bangga dengan pendapatnya. Kebahagiannya menurutnya adalah memiliki isteri cantik, memiliki kelas sosial yang bergengsi atau mendapatkan isteri yang kaya meski agama perempuan tersebut kurang. Tentang hadits di atas al Amir ash Shan’ani mengatakan, “Hadits ini menceritakan bahawa faktor yang mendorong laki-laki untuk menikah adalah salah satu dari empat hal ini. Faktor terakhir menurut para laki-laki adalah agama. Namun Nabi s.a.w malah memerintahkan para laki-laki jika sudah mendapatkan perempuan yang agamanya baik supaya tidak memalingkan hati kepada yang lainnya. Bahkan terdapat larangan menikahi perempuan bukan kerana motivasi agama. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, al Bazzar dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr, Nabi bersabda,

لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُرْدِيهِنَّ ، وَلَا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيهِنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ لِلدِّينِ ، وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْقَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
Janganlah kalian menikahi perempuan kerana cantiknya. Boleh jadi kecantikan tersebut akan membinasakannya. Jangan pula kerana hartanya kerana harta boleh jadi akan menyebabkannya melampaui batas. Menikahlah kerana agama. Sungguh budak hitam yang cacat namun baik agamannya itu yang lebih baik (Namun hadits ini dinilai sebagai hadits yang sangat lemah oleh al Albani dalam kajian beliau untuk Ibnu Majah no 1859-pent)
Hadits di atas juga menunjukkan bahawa dekat-dekat dengan orang yang baik agamanya itulah yang terbaik dalam semua keadaan. Dengan dekat-dekat dengan mereka kita boleh mengambil manfaat dari akhlak, berkah dan tingkah-laku mereka. Terlebih lagi adalah isteri kerana isteri adalah kawan tidur, ibu untuk anak-anak dan orang yang diberi amanah untuk menjaga harta dan rumah suami serta kehormatannya. Yang dimaksud dengan ‘taribat yadak’ adalah tangan dilekatkan ke tanah kerana miskin”(Subulus Salam 4/431-432).

Laman Sahabat

Bicara UKHUWWAH

ShoutMix chat widget

Followers

About Me

Foto Saya
ibnu qais
Dilahir di Kampung tercinta di Desa Permai Pagut pada tanggal 18 Mei 1986 pada jam 08.55pm bersamaan 9 Ramadhan 1406 Hijrah iaitu jatuh pada hari Ahad. Mendapat pendidikan awal di Sekolah Agama (Arab) Al-Ittihadiah Tanjung Pagar, Ketereh.Kemudian melanjutkan ke pengajian menengah di Sekolah Menengah Agama (Arab) Darul Aman, Kok Lanas dari 1999-2002, sekarang dikenali Ma'had Tahfiz Sains Nurul Iman. Setelah itu saya berhijrah ke Sekolah Menengah Agama (Arab) Azhariah, Melor. Setelah tamat, saya mendapat tawaran melanjutkan pengajian ke peringkat diploma bidang syariah di Kolej Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra (KIAS),Kelantan (2005-2008) dan sekarang melanjutkan pengajian sarjana di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Nanggroe Acheh Darussalam, Republik Indonesia,dalam Fakultas Syariah Jurusan Ahwalul Syakhsiyyah(Hukum Keluarga Islam). Sebarang pandangan emailkan kepada yiez_almaqdisi@yahoo.com @ ibnqais@gmail.com.
Lihat profil lengkap saya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Ultimos Comentarios

 
Copyright © Jalan Yang Lurus