“Menunaikan amanah adalah tanda berimannya seseorang. Kerana itu, jika kamu dapati seseorang bersifat amanah dalam segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya, menunaikannya sesempurna mungkin, ketahuilah bahwa dia kuat imannya. Dan jika kamu dapati seseorang bersifat khianat, ketahuilah bahwa ia lemah imannya” (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).
Seringkali orang terpana menyaksikan seseorang mendapatkan kedudukan tinggi dan kekayaan berlimpah. Padahal belum tentu yang dirasakan oleh yang mendapatkannya kenikmatan berupa ketenangan. Memiliki kedudukan dan kekayaan malah membuat sebahagian orang terganggu dengan fikiran dan perasaan-perasaannya sendiri.
Seringkali bagi yang memilikinya terganggu oleh hatinya yang resah. Resah terhadap kejatuhan dari kekuasaan, juga resah terhadap habisnya kekayaan. Apalagi kedudukan yang tinggi bagaikan berjalan di tebing yang terjal, yang seringkali membuat banyak orang terjatuh ke jurang dalam dan berlumpur pekat dan kotor.
Namun, tidak demikian bila benar-benar menaati agama Islam, sebuah agama lurus yang menawarkan keselamatan dunia dan akhirat. Kita diajak untuk memahami bahwa kedudukan dan kekayaan hanyalah pinjaman sekaligus amanah. Pinjaman tentunya sifatnya boleh dipinjam, tetapi wajib dikembalikan.
Bila hati mampu diajak memahami demikian, tak akan terasa (begitu) resah dengan habisnya masa kedudukan atau kekayaan. Malah yang menjadi suatu keresahan besar adalah apakah kedudukan atau kekayaan telah dikelola sesuai dengan amanah. Sebab, hal inilah yang akan mengganjal seseorang dalam menghadapi sakratul maut di detik-detik kematian, alam kubur, dan akhirat kelak.
0 ulasan:
Catat Ulasan