Darah Kebiasaan Wanita

Haid bagi wanita merupakan salah satu bentuk nikmat dari Allah. Keberadaan darah haid pada wanita menunjukkan bahwa wanita tersebut memiliki kemampuan untuk memiliki keturunan. Islam memberikan penjelasan tentang beberapa hal berkaitan dengan darah haid wanita.

Makna Haid
Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir (سَيْلاً،جَرْيً).
Adapun menurut istilah syar’i, haid adalah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab dan terjadi pada waktu tertentu. Jadi, darah haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, gangguan atau proses melahirkan. Darah haid antara wanita yang satu dengan yang lain memiliki perbezaan, misalnya jumlah darah yang keluar, masa dan lama keluar darah haid setiap bulan. Perbezaan tersebut terjadi sesuai kondisi setiap wanita, lingkungan, mahupun iklimnya.

Masa Haid
Menurut pendapat yang paling kuat diantara para ulama, masa haid wanita tidak memiliki batas minimal maupun maksimal. Hal ini berdasarkan dua alasan:

1. Dalil pertama adalah dari Al-Qur’an
Allah berfirman, yang artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: ‘Haid itu suatu kotoran.’ Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada tempat keluarnya darah (farji), dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.” (Qs. Al-Baqarah:222)
Dalam ayat ini yang dijadikan Allah sebagai batas larangan adalah kesucian, bukan sehari-semalam ataupun tiga hari, ataupun lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa illat (alasan) nya adalah ada atau tidaknya darah haid. Jadi, jika ada haid maka berlakulah hukum itu dan jika telah suci (tidak haid) maka tidak berlaku lagi hukum-hukum berkaitan dengan haid tersebut.

2. Dalil kedua adalah dari As-Sunnah
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anhu yang mendapatkan haid ketika dalam keadaan ihram untuk umrah, “Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan jama’ah haji, akan tetapi jangan melakukan thawaf di Ka’bah sebelum kamu suci.”Kata Aisyah, “Setelah masuk hari raya korban barulah aku suci.”

Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anhu, “Tunggulah. Jika kamu suci, maka keluarlah ke Tan’im.”
Dalam hadits tersebut yang dijadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan suatu masa tertentu. Ini menunjukkan bahwa hukum tersebut berkaitan dengan haid, yakni ada atau tidaknya.

Akhir masa haid wanita dapat ditentukan dengan dua cara, iaitu ketika darah haid telah berhenti, tandanya jika kapas dimasukkan ke dalam tempat keluarnya darah setelah dikeluarkan tetap dalam keadaan kering, tidak ada darah yang melekat di kapas. Yang kedua yaitu ketika telah terlihat atau keluar lendir putih agak keruh (قُصَّةُ الْبَيْضَاءُ). Pada saat tersebut seorang wanita muslimah diwajibkan untuk segera mandi dan mengerjakan solat jika telah masuk waktu solat. Hal ini sekaligus merupakan nasihat agar para wanita tidak bermudah-mudah untuk meninggalkan solat padahal dia telah suci, dengan alasan bahwa mereka belum mandi suci.

Wahai saudariku, ketika masa haid telah berakhir dan tidak ada uzur syar’i bagimu untuk menunda mandi suci, maka segeralah mandi suci! Tidakkah kita takut kepada Allah ketika sengaja menunda waktu mandi suci agar tidak melaksanakan solat?! Semoga Allah melindungi kita dari tipu daya syaitan.

Darah Haid yang Terputus dan Istihadhah
Selama masa haid, terkadang darah keluar secara terputus-putus, yakni sehari keluar dan sehari tidak keluar. Dalam hal ini terdapat dua keadaan:
  • Jika keadaan ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu adalah darah istihadhah (darah kerana penyakit), dan berlaku baginya hukum istihadhah.
  • Jika keadaan ini selalu terjadi pada seorang wanita tetapi kadangkala saja datang dan dia mempunyai saat suci yang tepat.
Maka para ulama' berbeza pendapat dalam hal ini. Adapun penjelasan yang benar dalam masalah ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni,
“Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka tidak dianggap sebagai keadaan suci. Berdasarkan riwayat yang telah disebutkan berkaitan dengan nifas, bahwa berhentinya darah yang kurang dari sehari tidak perlu diperhatikan dan inilah pendapat yang shahih, insyaAllah. Alasannya adalah bahwa dalam keadaan keluarnya darah yang terputus-putus (sekali keluar dan sekali tidak) bila diwajibkan bagi wanita pada setiap saat terhenti keluarnya darah untuk mandi, tentu hal ini akan menyulitkan, padahal Allah berfirman, yang artinya: “Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Qs. Al-Hajj:78)

Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan merupakan keadaan suci kecuali jika si wanita mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa dia suci. Misalnya, berhentinya darah tersebut terjadi pada akhir masa kebiasaan atau melihat lendir putih.”
“Sehari” yang dimaksud pada penjelasan diatas adalah dua belas jam. Adapun contoh kes dalam masalah ini adalah:
Seorang wanita biasanya haid selama enam hingga tujuh hari setiap bulan. Pada hari ke-5 biasanya darah hanya akan keluar sedikit seperti noktah seukuran wang logam (melekat pada pakaian dalamnya). Pada malam hari (saat kurang melakukan aktiviti) darah tidak keluar. Pada hari ke-6 darah akan tetap keluar namun sangat sedikit. Dalam kes ini, wanita tersebut belum dianggap suci pada malam di hari ke-5 kerana menurut kebiasaan haidnya, pada hari-hari akhir haid darah hanya akan keluar pada pagi hingga petang hari (iaitu di saat dia banyak melakukan aktiviti). Kemudian pada pagi di hari ke-7 dia melakukan banyak aktiviti tetapi darah haid tidak lagi keluar sama sekali dan telah keluar pula lendir putih yang biasanya memang muncul jika masa haidnya telah selesai. Pada hari ke-7 itulah, wanita tersebut telah suci dari haid.


Hukum-Hukum Haid

Ketika seorang wanita sedang dalam keadaan haid, ada hal-hal yang terlarang untuk dilakukan:
  1. Solat, baik solat fardhu maupun shalat sunnah. Wanita haid tidak disyariatkan untuk mengganti solat fardhu yang tidak dikerjakannya selama masa haid.
  2. Puasa, baik puasa fardhu mahupun puasa sunnah. Akan tetapi, puasa fardhu (misalnya puasa Ramadhan) wajib diganti (qadha’) di hari lain di luar masa haidnya.
  3. Thawaf.
  4. Jima’. Suami tidak boleh melakukan jima’ (senggama) dengan isterinya yang sedang haid. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya,“Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada tempat keluarnya darah (farji), dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.” (Qs. Al-Baqarah:222)
Sedangkan hal-hal yang tetap boleh dilakukan oleh wanita yang sedang haid adalah:
  1. Berdiam diri di masjid.
    Dalam masalah ini terdapat perbezaan yang luas dikalangan ulama' (-ed.). tetapi, pendapat yang lebih kuat menurut apa yang ditelaah, wanita yang sedang haid tetap boleh berdiam diri di masjid kerana suatu keperluan (misalnya, mengikuti kajian yang dilangsungkan di masjid). Hal ini didasarkan pada kisah seorang wanita di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertugas mengurus masjid. Dia membangun tenda di dalam masjid dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal tersebut. 
  2. Membaca Al-Qur’an dan menyentuh mushaf
    Sebagian wanita menghentikan sama sekali aktivinya membaca Al-Qur’an, padahal tidak ada larangan sama sekali membaca Al-Qur’an bagi wanita haid. Masalah yang diperselisihkan adalah boleh tidaknya menyentuh mushaf Al-Qur’an (-ed.). Sebahagian ulama’ berpendapat bahawa wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an. Mereka berdalil dengan ayat Al-Qur’an yang artinya,“Dan dia (Al-Qur’an) tidaklah disentuh kecuali oleh al-muthohharuun (orang-orang yang suci).” (Qs. Al-Waaqi’ah: 79) Hal tersebut tidaklah benar, sebagaimana penjelasan Syaikh Al-Albani bahwa yang dimaksud al-muthohharuun pada ayat tersebut adalah para malaikat. Pendapat lain yang menyatakan bolehnya wanita haid menyentuh mushaf Al-Qur’an, iaitu pendapat Ibnu Hazm.
Meski demikian, sebaiknya jika mahu menyentuh mushaf, memilih mushaf yang memuat terjemahnya dalam rangka keluar dari khilaf ulama', kerana menurut ulama' yang melarang menyentuh mushaf ketika haid, mushaf yang dimaksudkan adalah mushaf asli. Adapun mushaf yang saat ini banyak digunakan oleh kaum muslimin, seperti mushaf yang memuat ayat-ayat Al-Qur’an beserta terjemahannya atau yang memuat ayat-ayat Al-Qur’an beserta keterangan tambahan mengenai kaedah tajwid, bukanlah mushaf yang terlarang untuk disentuh oleh wanita haid.

Tetap Bersemangat Meskipun Sedang Haid
Sebahagian wanita muslimah akan mengalami penurunan semangat beribadah atau bahkan penurunan iman di saat sedang haid. Padahal hal tersebut merupakan kesempatan emas bagi syaitan untuk menggoda mereka. Dijumpai beberapa kejadian wanita yang terkena gangguan jin terjadi di saat wanita tersebut sedang haid. Berikut ini adalah amalan-amalan bernilai ibadah yang boleh dilakukan di masa haid:
  1. Memperbanyak zikir kepada Allah.
  2. Menghadiri majlis-majlis ta’lim.
  3. Membaca buku-buku agama.
  4. Bergaul dengan orang-orang salihah yang dapat menjaga semangatnya.
  5. Mengisi waktu kosong dengan hal-hal yang bermanfaat bagi akhiratnya.
Wallahu a’lam bishshawab.

[Dipetik dari "Darah Kebiasaan Wanita” (terjemah kitab Risalatu Fiid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin-Nisaa') oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin, penerbit: Darul Haq, Juni 2005, dengan beberapa tambahan]

0 ulasan:

Laman Sahabat

Bicara UKHUWWAH

ShoutMix chat widget

Followers

About Me

Foto Saya
ibnu qais
Dilahir di Kampung tercinta di Desa Permai Pagut pada tanggal 18 Mei 1986 pada jam 08.55pm bersamaan 9 Ramadhan 1406 Hijrah iaitu jatuh pada hari Ahad. Mendapat pendidikan awal di Sekolah Agama (Arab) Al-Ittihadiah Tanjung Pagar, Ketereh.Kemudian melanjutkan ke pengajian menengah di Sekolah Menengah Agama (Arab) Darul Aman, Kok Lanas dari 1999-2002, sekarang dikenali Ma'had Tahfiz Sains Nurul Iman. Setelah itu saya berhijrah ke Sekolah Menengah Agama (Arab) Azhariah, Melor. Setelah tamat, saya mendapat tawaran melanjutkan pengajian ke peringkat diploma bidang syariah di Kolej Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra (KIAS),Kelantan (2005-2008) dan sekarang melanjutkan pengajian sarjana di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Nanggroe Acheh Darussalam, Republik Indonesia,dalam Fakultas Syariah Jurusan Ahwalul Syakhsiyyah(Hukum Keluarga Islam). Sebarang pandangan emailkan kepada yiez_almaqdisi@yahoo.com @ ibnqais@gmail.com.
Lihat profil lengkap saya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Ultimos Comentarios

 
Copyright © Jalan Yang Lurus