Bersama izin wali, kerelaan calon mempelai wanita, dan saksi, mahar menjadi syarat sahnya akad nikah. Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon isterinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Allah SWT berfirman,
"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan." (An-Nisa':4)
Mahar ini menjadi hak isteri sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak isteri. Syariat Islam tidak menentukan batasan minimum atau maksimum untuk mahar pernikahan. Dan boleh saja mahar itu berbentuk wang, benda atau pun jasa, tergantung permintaan pihak isteri. Namun syariat menganjurkan wanita agar meringankan mahar kepada calon suaminya dan tidak berlebihan, bagi memudahkan proses pernikahan dan menghindari maraknya perzinaan.
"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan." (An-Nisa':4)
Dalam tafsirnya, Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, “Ayat ini menunjukkan adanya kewajiban atas seorang suami untuk memberikan mahar bagi isteri. Hal demikian sudah menjadi kesepakatan para ulama dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini.” Allah menyatakan, “Berikanlah maskawin kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (An-Nisa’ 24).
Mahar ini menjadi hak isteri sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak isteri. Syariat Islam tidak menentukan batasan minimum atau maksimum untuk mahar pernikahan. Dan boleh saja mahar itu berbentuk wang, benda atau pun jasa, tergantung permintaan pihak isteri. Namun syariat menganjurkan wanita agar meringankan mahar kepada calon suaminya dan tidak berlebihan, bagi memudahkan proses pernikahan dan menghindari maraknya perzinaan.
… Islam mengajarkan wanita agar meringankan mahar dan menyederhanakannya serta tidak melakukan persaingan…
Dalam fatwanya, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyatakan bahwa Islam mengajarkan wanita agar meringankan mahar dan menyederhanakannya serta tidak melakukan persaingan, sebagai pengamalan kita kepada banyak hadits yang berkaitan dengan masalah ini, untuk mempermudah pernikahan dan untuk menjaga kesucian kehormatan pemuda-pemudi.
Meski demikian, lanjut Syaikh Bin Baz, para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini; ini adalah hak perempuan (calon isteri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan puterinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama.
Allah SWT berfirman,
Meski demikian, lanjut Syaikh Bin Baz, para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini; ini adalah hak perempuan (calon isteri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan puterinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama.
Allah SWT berfirman,
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (An-Nur: 32).
…Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk mempermudah urusan, bukan mempersulit, demikian pula dalam hal mahar untuk pernikahan…
Selain itu, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk mempermudah urusan, bukan mempersulit, demikian pula dalam hal mahar untuk pernikahan. Dikutip dari Ishlah An-Nisa’; fi Al-‘Aqidah wa Al-‘Ibadah wa Al-Bait wa As-Suluk, Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Sahl bin Sa’ad bahwa ada wanita yang memintakan dirinya untuk dinikahi, oleh Rasulullah, namun beliau menolaknya. Lalu ada seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya.” Beliau pun bertanya, “Apa yang engkau miliki (sebagai mahar)?” Sahabat itu menjawab, “Aku tidak memiliki apa pun.” Rasulullah berkata, “Kalau begitu, pergi dan carilah mahar, walaupun hanya sebuah cincin dari besi.”
Sahabat itu pun pergi kemudian datang lagi seraya berkata kepada Nabi, “Demi Allah aku tak menemukan apa pun termasuk cincin besi. Namun aku memiliki kain ini, dan untuknya (sebagai mahar) separuh kain ini.” Nabi balik bertanya, “Apa yang dapat engkau lakukan dengan kainmu itu? Jika engkau mengenakannya, dia tidak boleh memakainya. Sebaliknya jika dia yang mengenakannya, maka engkau tidak boleh memakainya.” Sahabat itu pun lalu duduk. Setelah duduk lama, dia pun bangkit. Nabi melihatnya, lalu beliau memanggilnya. Nabi bertanya, “(Hafalan) apa yang engkau punya dari Al-Qur’an?” Dia menjawab, “Aku punya hafalan beberapa surat; surat ini dan surat itu.” Nabi pun bersabda, “Aku nikahkan engkau dengan dia dengan mahar hafalan surat yang engkau miliki.”
Beliau pun melarang para muslimah berlebihan dalam menetapkan mahar pernikahan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya perkawinan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya. Dan beliau bersabda: perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan urusan perkawinannya dan baik akhlaknya. Adapun perempuan yang celaka iaitu yang mahal maharnya, menyusahkan perkahwinannya, dan buruk akhlaknya.”
Sahabat itu pun pergi kemudian datang lagi seraya berkata kepada Nabi, “Demi Allah aku tak menemukan apa pun termasuk cincin besi. Namun aku memiliki kain ini, dan untuknya (sebagai mahar) separuh kain ini.” Nabi balik bertanya, “Apa yang dapat engkau lakukan dengan kainmu itu? Jika engkau mengenakannya, dia tidak boleh memakainya. Sebaliknya jika dia yang mengenakannya, maka engkau tidak boleh memakainya.” Sahabat itu pun lalu duduk. Setelah duduk lama, dia pun bangkit. Nabi melihatnya, lalu beliau memanggilnya. Nabi bertanya, “(Hafalan) apa yang engkau punya dari Al-Qur’an?” Dia menjawab, “Aku punya hafalan beberapa surat; surat ini dan surat itu.” Nabi pun bersabda, “Aku nikahkan engkau dengan dia dengan mahar hafalan surat yang engkau miliki.”
Beliau pun melarang para muslimah berlebihan dalam menetapkan mahar pernikahan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya perkawinan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya. Dan beliau bersabda: perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan urusan perkawinannya dan baik akhlaknya. Adapun perempuan yang celaka iaitu yang mahal maharnya, menyusahkan perkahwinannya, dan buruk akhlaknya.”
…Rasulullah bersabda, Sesungguhnya perkawinan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya…
Ajaran Islam yang mudah pun menetapkan bahwa mahar tidak selalu berbentuk materi fisik atau hal-hal yang merefleksikan kekayaan dan kesejahteraan. Selain harta kekayaan, mahar boleh berupa sesuatu yang diambil upahnya (jasa) dan manfaat yang akan kembali kepada si wanita, seperti keislaman dan hafalan Al-Qur’an.
Imam An-Nasa’i meriwayatkan hadits shahih, bahawasanya Anas bin Malik menuturkan, “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislaman dirinya. Adalah Ummu Sulaim masuk Islam sebelum Abu Thalhah. Abu Thalhah bermaksud meminang dirinya. Ummu Sulaim menjawab, “Sungguh aku telah masuk Islam. Apabila engkau masuk Islam, aku bersedia menikah denganmu. Lalu Abu Thalhah pun masuk Islam, dan hal itu menjadi mahar bagi pernikahan di antara keduanya.
Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Abu Thalhah meminang Ummu Sulaim. Ummu Sulaim menjawab, “Demi Allah wahai Abu Thalhah, tak ada seorang seperti dirimu pantas ditolak, namun sayang engkau ini orang kafir. Sedangkan aku ini wanita muslimah, dan tak boleh menikah denganmu. Bila engkau mahu masuk Islam, itulah maharku dan aku tidak minta yang lain lagi.”
Abu Thalhah pun kemudian masuk Islam, dan itulah mahar untuk menikahi Ummu Sulaim. Tsabit Al-Bannani, seorang tabi'in terkemuka, menjelaskann riwayat tadi dengan mengatakan, “Aku tidak mendengar lagi ada wanita yang maharnya lebih mulia ketimbang maharnya Ummu Sulaim. Mereka pun menikah dan mendapatkan keturunan.”
Imam An-Nasa’i meriwayatkan hadits shahih, bahawasanya Anas bin Malik menuturkan, “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislaman dirinya. Adalah Ummu Sulaim masuk Islam sebelum Abu Thalhah. Abu Thalhah bermaksud meminang dirinya. Ummu Sulaim menjawab, “Sungguh aku telah masuk Islam. Apabila engkau masuk Islam, aku bersedia menikah denganmu. Lalu Abu Thalhah pun masuk Islam, dan hal itu menjadi mahar bagi pernikahan di antara keduanya.
Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Abu Thalhah meminang Ummu Sulaim. Ummu Sulaim menjawab, “Demi Allah wahai Abu Thalhah, tak ada seorang seperti dirimu pantas ditolak, namun sayang engkau ini orang kafir. Sedangkan aku ini wanita muslimah, dan tak boleh menikah denganmu. Bila engkau mahu masuk Islam, itulah maharku dan aku tidak minta yang lain lagi.”
Abu Thalhah pun kemudian masuk Islam, dan itulah mahar untuk menikahi Ummu Sulaim. Tsabit Al-Bannani, seorang tabi'in terkemuka, menjelaskann riwayat tadi dengan mengatakan, “Aku tidak mendengar lagi ada wanita yang maharnya lebih mulia ketimbang maharnya Ummu Sulaim. Mereka pun menikah dan mendapatkan keturunan.”
…Hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi?...
Wahai ukhti muslimah, lihatlah bagaimana wanita solehah seperti Ummu Sulaim yang lebih mengutamakan agama daripada nafsu syahwat. Mahar Ummu Sulaim menjadi sebaik-baik mahar di dalam Islam. Hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi?
Syariat Islam menetapkan aturan-aturan yang mudah dan mulia. Tidak perlulah para muslimah mengikuti wanita-wanita jahiliyah yang berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar dan merasa bangga dengan hal itu. Betapa kasihannya para wanita yang tidak kunjung menikah kerana menetapkan mahar yang begitu tinggi. Dengan demikian, permudah dan ringankanlah maharmu wahai ukhti muslimah!
Referensi:
- Syaikh Sa’ad Yusuf, Ishlah An-Nisaa`; fi Al-‘Aqidah wa Al-‘Ibadah wa Al-Bait wa As-Suluk.
- Fatwa-fatwa Terkini.
1 ulasan:
bila masa mahar adalah syarat sah nikah???
Catat Ulasan