0

Jangan Mengejek Saudaramu

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS al Hujurat:11).
Terkait dengan ayat ada dua catatan yaitu:
1. Jangan mencela dirimu sendiri, maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin kerana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.

2. Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti hai fasik, hai kafir dan sebagainya.

Ahmad ash Shawi al Maliki mengatakan, “Makna ayat adalah janganlah seorang itu mengolok-olok yang lain kerana boleh jadi pihak yang diolok-olok itu lebih agung dan mulia dibandingkan pihak yang mengolok-olok. Ringkasnya tidaklah pantas muslim mengolok-olok saudaranya seagama bahkan semua makhluk ciptaan Allah. Boleh jadi yang diolok-olok itu lebih hatinya lebih ikhlas dan lebih bertakwa dibandingkan yang mengolok-olok. Para salaf shalih sangat luar biasa dalam melaksanakan kandungan ayat ini. Ada salah seorang salaf yang mengatakan, 

''Jika aku melihat seorang yang menetek pada anak kambing lalu aku mentertawakannya tentu aku merasa khawatir andai aku melakukan apa yang dia lakukan’.

Abdullah bin Mas’ud mengatakan, ‘Bencana itu terjadi gara-gara ucapan lisan. Andai aku mengolok-olok seekor anjing tentu aku khawatir kalau aku diubah menjadi seekor anjing’ (Hasyiyah ash Showi ‘ala Tafsir al Jalalain 4/143, terbitan Dar al Fikr).

Syeikh Abdurrahman as Sa’di mengatakan, “Dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang sebagian hak seorang mukmin dengan mukmin yang lain. Yaitu janganlah sekelompok orang mengejek sekelompok yang lain baik dengan kata-kata ataupun perbuatan yang mengandung makna merendahkan saudara sesama muslim. Perbuatan ini terlarang dan hukumnya haram. Perbuatan ini menunjukkan bahwa orang yang mengejek itu merasa kagum dengan dirinya sendiri. Padahal boleh jadi pihak yang diejek itu malah lebih baik dari pada pihak yang mengejek. Bahkan inilah realita yang sering terjadi. Mengejek hanyalah dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan akhlak yang tercela dan hina serta kosong dari akhlak mulia. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah seorang itu dinilai jahat jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim” (HR Muslim dari Abu Hurairah)” [Taisir al Karim al Rahman fi Tafsir Kalam al Mannan hal 953, terbitan Dar Ibnul Jauzi].
Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata, “Jika telah diketahui bahwa manusia itu bertingkat-tingkat. Di antaranya manusia itu bertingkat-tingkat dalam masalah ilmu. Sebagian orang itu lebih berilmu daripada yang lain dalam ilmu-ilmu agama atau ilmu-ilmu alat yang sangat membantu untuk mengusai ilmu agama semisal ilmu-ilmu tentang bahasa Arab sebagaimana nahwu, balaghah dan yang lainnya.
Manusia itu juga bertingkat-tingkat dalam masalah rizki. Ada yang diberi rezki yang melimpah. Ada pula yang diberi rezki pas-pasan.
Manusia juga bertingkat-tingkat dalam akhlak. Ada yang memiliki akhlak luhur dan mulia, ada pula yang tidak demikian.
Manusia juga bertingkat-tingkat dalam masalah bentuk fisik. Ada yang fisiknya sempurna, ada juga yang tidak.
Manusia juga bertingkat-tingkat dalam masalah status sosial. Ada yang status sosialnya tinggi, ada pula yang biasa-biasa saja.
Apakah seseorang diperbolehkan untuk mengejek orang yang lebih rendah dalam berbagai hal di atas?
Jawabannya adalah firman Allah di atas.
Allah memanggil kita dengan nama iman agar sebagian dari kita tidak mengejek sebagian yang lain. Yang melebihkan sebagian orang atas yang lainnya adalah Allah. Sehingga konsekuensi dari mengejek orang yang lebih rendah adalah mengejek takdir Allah.

Hal ini diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَسُبُّوا الدَّهْرَ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الدَّهْرُ ».
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Janganlah kalian mencela waktu karena Allahlah yang mengatur berjalannya waktu” (HR Muslim no 6003).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ »
.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w bersabda, Allah berfirman, “Manusia menyakitiku. Manusia mencaci waktu padahal aku adalah pengatur waktu. Akulah yang memperjalankan malam dan siang” (HR Bukhari no 4549 dan Muslim no 6000).

Mengapa kita ejek orang yang lebih rendah dibandingkan kita dalam masalah ilmu agama, harta, akhlak, kondisi fisik, status sosial, dan nasab? Bukankah di samping Allahlah yang memberikan anugerah kepada kita, Dia juga yang menakdirkannya untuk berada di bawah kita, dalam pandangan kita, dalam banyak hal?
Mengapa Allah melarang kita mengejek orang lain?

Jawabannya adalah betapa banyak orang yang pada saat ini mengejek orang lain, dalam lain kesempatan menjadi bahan ejekan. Betapa banyak orang yang saat ini pada posisi ‘berada’, esok hari berada pada posisi orang papa. Ini adalah suatu hal yang bisa kita saksikan dalam realita.

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ ». قَالَ أَحْمَدُ مِنْ ذَنْبٍ قَدْ تَابَ مِنْهُ.

Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang mencela saudaranya sesama muslim karena sebab dosa yang pernah dia lakukan maka orang yang mencela tersebut tidak akan mati sampai melakukannya”. [*]

عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الأَسْقَعِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تُظْهِرِ الشَّمَاتَةَ لأَخِيكَ فَيَرْحَمُهُ اللَّهُ وَيَبْتَلِيكَ ».

Dari Watsilah bin al Asqa’, Rasulullah s.a.w bersabda, “Janganlah engkau menampakkan rasa gembira saat saudaramu sesama muslim menderita kesusahan. Hal itu menjadi sebab Allah menyayanginya dan menimpakan cobaan pada dirimu” (HR Tirmidzi no 2506. Hadits ini dinilai hasan gharib oleh Tirmidzi namun dinilai lemah oleh al Albani).

Adalah kewajiban setiap orang untuk mempraktekkan adab yang telah Allah ajarkan” (Tafsir Surat al Hujurat sampai al Hadid hal 37-38, terbitan Dar Tsuraya).

[*] Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (3/277) mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih. Ash Shoghoni dalam Mawdhu’at-nya (45) mengatakan bahwa hadits ini mawdhu’. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (245) mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat Muhammad bin Al Hasan bin Abi Yazid dan ia perowi matruk
0

Menguruskan Fikiran Tentang Perkahwinan

Saya masih ingat kepada tulisan Ustaz Maszlee Malik tentang Fenomena Cinta Anta Anti beberapa bulan yang lalu. Anggaplah artikel saya ini sebagai penyambung kepada mesej yang sama, iaitu usaha untuk mendidik adik-adik remaja memikirkan tentang perkahwinan yang seimbang di antara tuntutan yang idealistik dengan realiti. Berlandaskan agama...

Bagi mereka yang tidak segan untuk menguruskan cinta dan perkahwinan mereka mengikut kemahuan hawa nafsu dengan membelakangkan wahyu, biarlah mereka belajar tentang akibat yang bakal ditanggung.


Di dalam artikel saya sebelum ini, saya berkongsi nasihat dengan adik-adik bahawa jika mereka yang bercouple dan buat 'ringan-ringan' sebelum berumahtangga akan menghadapi kesannya di masa hadapan. Apatah lagi jika terjebak ke kancah zina. Selepas berumahtangga, si suami akan terfikir, "jika dengan aku dia berani berzina, apa yang boleh menghalangnya dari berzina dengan orang lain?" Kecurigaan ini menyebabkan jiwanya gelisah setiap kali meninggalkan isteri di rumah. Manakala si isteri berfikir dengan kecurigaan yang sama. Akhirnya rumahtangga itu penuh dengan syak wasangka dan pantang ada yang mencuit, pasti berbalas tuduh menuduh.


Ia bukanlah teori saya, tetapi sebahagian daripada pengalaman yang dikutip semasa mengendalikan kursus bersama Fitrah Perkasa. Pasangan yang pernah berzina sebelum bernikah, akan dihukum oleh Allah di dunia, sebelum hukuman Akhirat. Apakah ada ketenangan hidup, jika rumahtangga diselubungi prasangka? Itulah neraka dunia balasan zina, sebelum neraka Akhirat yang maha seksa lagi duka.


Namun bagi adik-adik yang mempunyai kesedaran Islam, cara mereka 'menjaga hukum Allah' perlu dibimbing. Bukan apa, kadang-kadang pendekatan mereka menimbulkan kehairanan kepada saya. Syariat manakah yang mengajar Muslimat supaya menundukkan pandangan hingga terlanggar tong pemadam api yang tergantung di koridor? Islam manakah yang mengajar Muslimat kita supaya bercakap seperti 'warden penjara' ketika berurusan dengan Muslimin, semata-mata kerana mahu menghayati kehendak Syarak agar mereka tidak melunakkan suara yang boleh menimbulkan fitnah.


Bagi Muslimin juga, pelbagai karenah yang timbul. Kerana mahu menjaga Syariat, mereka langsung tidak berhubung semasa bertunang sehingga tidak kenal di antara satu sama lain. Maka terbatallah hikmah pertunangan yang dianjurkan oleh Islam. Kita menjadi seperti robot keras yang jika tidak A, maka B. Ada yang bertanya kepada saya, berapakah kadar panggilan telefon yang boleh dibuat dalam seminggu semasa bertunang? Kepelbagaian andaian dan cuba-cuba mereka untuk merealisasikan komitmen terhadap agama, mengundang saya untuk berkongsi pengalaman agar adik-adik yang beriltizam dengan Islam ini dapat mencari contoh yang praktikal. Perkahwinan saya jauh daripada layak untuk menjadi contoh yang paling sempurna. Namun, pada satu dua benda yang baik, bolehlah diambil sebagai teladan. Mana-mana yang silap, jadikan sebagai sempadan.


Saya telah bertemu dengan banyak contoh pasangan yang sudah terlalu lama 'mengikat' hubungan tetapi lambat menuju perkahwinan, akhirnya kecundang di tengah jalan. Malah ramai yang berubah menjadi musuh. Hal ini, janganlah terlalu cepat dikaitkan sebagai 'hukuman dari Allah' kerana pernah ada cela zahir atau batin antara kedua pasangan itu. Seorang lelaki dan seorang perempuan yang terlalu lama kenal tetapi tidak menyegerakan perkahwinan, akan dengan sendirinya berubah menjadi musuh akibat fitrah perhubungan itu sendiri.


Bagi pasangan yang berumahtangga, setahun dua yang pertama, biasanya indah dan ditambah lagi dengan kedatangan cahaya mata penyeri rumahtangga. Tetapi apabila masuk tahun ketiga dan keempat, hubungan suami isteri akan teruji. Mudah terjadi, suami mula mudah marah terhadap isteri. Manakala si isteri pula kerap tertekan dengan 'warna sebenar suaminya'.


Saya masih ingat kata-kata Profesor Abdullah al-Ahsan di UIA ketika mengulas tentang Romanticism, "kita selalu tidak rasional dan realistik semasa kita romantik!". Mungkin di awal perkahwinan, romantik itu kuat mendominasi rumah tangga. Ketika itu suami fokus kepada isteri dan isteri pula fokus kepada suami. Tetapi ketika munculnya anak pertama, kedua-duanya beralih fokus kepada anak dan selepas muncul anak kedua, fokus itu perlu diubah suai lagi. Semasa itulah, rumahtangga lebih didominasi oleh tanggungjawab dan tugas. Seronok-seronok sudah berkurang sedikit. Tetapi ia adalah proses biasa.


Hubungan suami dan isteri boleh selamat dan terus memanjat usia matang pada tahun-tahun yang berikutnya. Selamat kerana proses itu berlaku di dalam perkahwinan, bukan di luar. Ini adalah kerana, perkahwinan sebenarnya menggabungjalinkan antara cinta, kasih sayang, tanggungjawab dan peranan. Ada hari air pasang, cinta memainkan peranan. Ada hari air surut, maka tanggungjawab dan kematangan pula mengambil tugas.


Akan tetapi bagi pasangan yang berkenalan semenjak di sekolah menengah, atau di matrikulasi, tetapi selepas tiga atau empat tahun, mereka masih belum berumahtangga, hubungan mereka akan melalui proses yang sama. Malangnya proses itu berlaku di luar perkahwinan. Cinta jadi derita, tiba-tiba sahaja satu perasaan yang pelik datang, dan dengan mudah, mereka akan memutuskan hubungan tersebut. Jemu, itu sahaja.


Sebab itulah, saya sering memberi dorongan kepada adik-adik bahawa, kita tidak perlu memulakan hubungan jika dalam jangka masa terdekat, tiada kemungkinan untuk perhubungan itu dinaik taraf menjadi perkahwinan. Janganlah berjinak-jinak untuk berkawan antara lelaki dan perempuan semasa di matrikulasi, jika kita sedia maklum yang ibu bapa tidak akan membenarkan perkahwinan, kecuali selepas tamat pengajian. Komitmen 'atas angin' yang tidak disegerakan kepada sebuah perkahwinan, sering berakhir hanya disebabkan oleh emosi yang saya terjemahkan ia sebagai JEMU.


Syukur, saya terselamat dari ujian itu. Semenjak di Tingkatan 1, kehidupan saya di sekolah menengah amat sibuk. Pelajaran, disertai dengan usrah, gerak kerja persatuan, pertandingan-pertandingan yang disertai dan pelbagai aktiviti menjadikan saya terfokus kepada memanfaatkan umur ketika itu tanpa perlu 'cuba-cuba bercinta'. Benarlah kata pepatah Arab:



"Air yang tidak mengalir, akan merosakkan air tersebut. Pemuda yang banyak masa kosong, akan dibunuh oleh masa kosong itu"


Walau bagaimana pun, pasti sudah ramai yang telah pun berada di 'situ'. Sudah kenal. Sudah lama kenal.


Untuk mereka, janganlah pula pendapat saya ini menjadi alasan untuk cepat seseorang itu memutuskan perhubungan. Janganlah biarkan diri kita dipandu oleh keputusan-keputusan emosi semata-mata. Jika pasangan lelaki atau perempuan sudah baik agamanya, atau yang paling utama, sedia dididik dan mahu belajar, maka terimalah seadanya. Saya cukup terkilan apabila mendengar ada dari kalangan adik-adik, khususnya Muslimah, yang terlalu mudah mengambil keputusan memutuskan hubungan semata-mata beralasan terasa ada kesilapan malah dosa yang terselit di celah-celah perkenalannya dengan seorang lelaki Muslim yang baik. Jika pernah buat silap, bawalah bertaubat dan bukannya dengan sewenang-wenang membatalkan hubungan. Ingatlah pesan Nabi SAW,


"Apabila datang melamar kepadamu seseorang yang kamu redha agamanya dan akhlaknya, maka kahwinkanlah. Jika tidak kamu laksanakan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerosakan yang luas". (HR. Tirmidzi)


Pesan saya kepada adik-adik di kampus, dalam soal perkahwinan ini, JANGAN TERGESA-GESA, DAN JANGAN BERTANGGUH-TANGGUH.


ABU SAIF @ www.saifulislam.com
0

Kasih Tak Sampai

Tak terasa waktu sudah dekat
dalam rindu yang pekat
yang rela menampakkan jalanan sepi, menemui cintanya
untuk merayakan dan meledakkan warna dunia

Ketika hendak kututup pintu
Justeru jendela itu bercahaya
di sana tidak ada yang istimewa
yang ada hanya sedikit asa pada rasa
yang menunggu impian jadi kenyataan

Kulihat rindu bergelayut manja
pada tangan kukuh entah milik siapa
Namun aku berupaya menjangkaunya
dengan merangkak, berjalan, mahupun berlari, tapi tak kunjung kuraih
bahkan mengantarkan aku pada perih tak terkata...

Ya Allah,
sirnakan keraguan terhadap fajar terang yang pasti datang
hancurkan perasaan jahat dengan cercah kebenaran
Hempaskan semua tipudaya syaitan

Semua kebencian mengalir indah
bersama kecintaan dan keserasian
bagai warna pelangi yang penuh
kerana kita menginginkannya dalam kenyataan dan keharmonian

Cinta dan benci sebagai sebuah permainan
Ketaatan adalah kebiasaan
kemaksiatan merupakan kehinaan.
Dapatkah Tuhan sebagai lingkaran pemersatu
Sebagai pengukuh langkah?

Teman,
Kulihat marahmu memerah sepekat darah
Namun jangan biarkan kemarahan mengalahkan keramahanmu dan 
kelembutanmu, serta ciri-ciri muslimah yang ada pada dirimu...(nf)
0

Biografi Syaikh Hamud At-Tuwaijiri

بسم الله الرحمن الرحيم


Syaikh Hamud At-Tuwaijiri
Beliau adalah Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits al-Faqih Hamud bin Abdullah bin Abdurrahman at-Tuwaijiri, dari Alu Jabbarah, pecahan dari kabilah ‘Anazah Arabiyah yang masyhur.
Beliau rahimallah dilahirkan pada tahun 1334 H di kota Majma’ah, ibukota Sudair, Saudi Arabia, dalam lingkungan keluarga yang dikenal dengan keilmuan dan keutamaan mereka.

Rihlah Ilmiah dan Guru-Gurunya
Pada tahun 1342 H, beliau rahimallah mulai belajar dasar-dasar baca tulis dan al-Qur’an kepada syaikh Ahmad ash-Sha’igh. Sebelum usia 11 tahun, beliau telah hafal al-Qur’an. Pada usia yang masih kecil beliau telah mempelajari ringkasan-ringkasan kitab-kitab ilmiah dalam bidang tauhid, hadits, Di antara kitab-kitab yang beliau pelajari di bawah bimbingan Syaikh Ahmad ash-Sha’igh adalah Ushuuluts Tsalaatsah oleh Syaikh al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab.
Ketika mulai beranjak dewasa, beliau menghadiri halaqah Syaikh al-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Anqari, Qadhi Sudair. Beliau belajar kepada Syaikh al-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Anqari berbagai macam disiplin ilmu seperti tauhid, tafsir, hadits, fiqh, fara’idh, nahwu, sirah, tarikh, adab dan yang lainnya selama 25 tahun.
Di antara kitab-kitab yang beliau pelajari di bawah bimbingan Syaikh al-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Anqari adalah: Fathul Bari oleh ibnu Hajar, al-Mughni oleh ibnu Qudamah, Minhajus Sunnah, Dar-uTa’arudhil Aql wa Naql dan Fatawa Kubra; ketiganya karya Syaikhul Islam ibnu Taimiyah, Zadul Ma’ad oleh Ibnu Qayyim dan kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan para imam dakwah.
Beliau diberi ijazah sanad oleh Syaikh al-‘Anqari untuk kitab-kitab Shahih, Masanid dan Sunan, berikut kitab-kitab Syaikhul Islam ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim dan kitab-kitab fiqh Hanbali secara umum. Demikian juga seluruh riwayat Syaikh al-‘Anqari dari kitab- kitab atsbat.
Beliau juga belajar fiqh, fara’idh dan lughah (bahasa) kepada Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid ketika ia (syaikh Ibn Humaid) masih menjabat Qadhi Sudair.
Beliau berguru kepada Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdul Muhsin al-Khayyal, Qadhi Madinah, dalam bidang nahwu dan fara’idh.
Beliau juga belajar kepada Syaikh Sulaiman bin Hamdan, salah seorang qadhi Makkah, dan mendapat ijazah sanad dari Syaikh Sulaiman.

Jabatan yang pernah dipegang
Pada tahun 1368 H beliau ditugaskan sebagai Qadhi Rahimah. Setengah tahun kemudian beliau dipindah ke Zulfi hingga tahun 1372 H. Kemudian beliau mengundurkan diri dari jabatan Qadhi.

Kehidupan Ilmiahnya
Beliau rahimallah memiliki kemahuan yang sangat kuat dalam menuntut ilmu sehingga mencurahkan semua waktunya untuk itu. Beliau banyak menulis kitab-kitab yang bermanfaat bagi kaum muslimin. Beliau tekankan penulisan beliau kepada masalah- masalah terlarang yang banyak dilakukan oleh manusia, atau syubhat-syubhat di masyarakat dan perkara baru yang diada-adakan. Beliau menjelaskan dengan dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang gamblang(langsung) sehingga oleh diterima dan memberi manfaat yang besar kepada setiap pembaca tulisan beliau.
Sejak terbit matahari hingga Isya’ beliau mengisi waktu  dengan pembahasan ilmu dan menulis. Kadang setelah Isya’ beliau melanjutkan apa yang beliau mulai pada awal harinya. Adapun malam harinya beliau isi dengan tahajjud baik waktu menetap mahupun dalam perjalanan.

Kegigihan Beliau dalam Membela Sunnah
Beliau begitu gigih dalam meluruskan penyimpangan-penyimpangan orang yang menyeleweng dari jalan Allah. Beliau bantah penyelewengan tersebut dengan pena sebagai pembelaan terhadap Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan aqidah shahihah, aqidah ahli Sunnah wal Jama’ah, kadang-kadang beliau sebarkan bantahan- bantahan tersebut ke media cetak dalam dan luar negeri Saudi.
Sebahagian di antara bantahan-bantahan beliau kepada pemikiran yang menyeleweng beliau paparkan kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh. Hal itu menjadikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim begitu menghargai perjuangan beliau membantah pemikiran- pemikiran yang menyeleweng sehingga murid Syaikh Muhammad bin Ibrahim menyebutkan bahwa suatu saat Syaikh Hamud membacakan kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebuah bantahan Syaikh Hamud kepada ahli bid’ah.
Ketika Syaikh Hamud selesai membacakannya dan beranjak pergi maka Syaikh Muhammad bin Ibrahim berkata, ” Syaikh Hamud adalah seorang mujahid, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.”
Kalimat yang agung dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim ini senada dengan apa yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Orang yang membantah ahli bid’ah adalah seorang mujahid.” Sampai-sampai Yahya bin Yahya mengatakan, “Membela Sunnah lebih afdhal dibandingkan berjihad.” (Naqdhul Manthiq hal. 12 )

Murid-Muridnya
Di antara murid-murid beliau adalah ketujuh putranya: Syaikh Abdullah, Syaikh Muhammad, Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Abdul Karim, Syaikh Shalih, Syaikh Ibrahim dan Syaikh Khalid, kemudian Syaikh Abdullah Ar-Rumi, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Hamud dan selain mereka.
Beliau memberi ijazah sanad kepada beberapa ulama, di antaranya: Syaikh Ismail al-Anshari, Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid, Syaikh Abdul Aziz bin Ibrahim al-Qasim, Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman al-Firiwa’i dan yang lainnya.

Tulisan-Tulisannya
Tulisan-tulisan beliau mencapai lebih dari 50 tulisan, yaitu: Ittihaful Jama’ah bima Ja’afil Fitan wal malahim wa Asyrathis Sa’ah, Ihtijaj bil Atsar ‘ala man Ankara al-Mahdi al-Muntazhar, Itsbatu Uluwwillah wa Mubayatuhu li Kahlqihi, Tuhfatu Ikhwan bima Ja’a fil Muwalati wal Mu’aadati wal Hubbi wal Bughdhi wal Hajran, Qaul Muharrar fil Amr bil Ma’ruf wa Nahyi ‘anil Munkar, Raddu ‘ala man abaha ar-Riba al-Jari fi Ba’dhil Bunuk, Taghlizhu Malam ‘ala Mutasarri’in fil Futya wa Taghyiril Ahkam, Idhah wa Tabyin lima Waqa’a fihil Aktsarun min Musyabahatil Musyrikin, Qashashul Uqubat wal ‘Ibar wal Mawa’izh, Idhahul Mahajjah fir Raddi ‘ala Shahibi Thanjah, Raddul Qawi ‘ala Rifa’I wal Majhul wal Ibnu Alawi wa Bayanu akhta’ihim fil Maulid Nabawi, Intishar ‘ala man Azraal Muhajirin wal Anshar, Sirajul Wahhaj ‘ala Abathil Ahmad Syalaby ‘anil Isra’ wal Mi’raj, Inkaru Takbir Jama’I wa Gahirihi, ittihafun Nubala’ bir Riwayah ‘anil A’lam Fudhala,’ Ijabah Jaliyyah ‘an As’ilah Kuwaitiyyah, I’lanun Nakir ‘alal Maftunin bit Tashwir, Iqamatul Burhan fir Raddi ‘ala man Ankara Khurujal Mahdi wa Dajjal wa Nuzulal Masih fi akhiri Zaman, Tahdzirul Ummah Islamiyah minal Muhdatsat Allati Da’at ilaiha Nadwatul Ahillah Kuwaitiyyah, Tahrimur Shuwar wa Raddu ‘ala man Abahahu, Tanbihul Ikhwan ‘alal Akhtha’ fi Khalqil Qur’an, Dala’il Wadhihat ‘ala Tahrimil Muskirat wal Muftirat, Dzail Shawa’iq li mahwil Abathil wal Makhariq, Raddul Jamil ‘ala Akhta’I Ibni Aqil, Raddu ‘alal Katibil Maftun, Raddu ‘ala man Ajaza Tahdzibal Lihyah, Raddul Qawim ‘alal Mujrimil Atsim, ar-Ru’ya, Sharimul Battar lil Ijhaz ‘ala man Khalafal Kitaba was Sunnata wal Aatsar, Sharimul Masyhur ala Ahli Tabarruji was Sufur, Shawa’iq Syadidah ‘ala Atba’il Haiahil Jadidah, Aqidatu Ahlil Iman fi Kahlqi Adam ‘ala Shuratir Rahman, Fathul Ma’bud fi Raddi ‘ala Ibni Mahmud, Fashlul Khithab fir Raddi ‘ala Abi Turab, Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama’ati Tabligh, Tanbihat ‘ala Risalatil Albani fish Shalat, Iqamatu Dalil ‘alal Man’I Minal Anasyid Mulahhanah wa Tamtsil, Syuhubul Marmiyyah li mahqil Ma’azif wal Mazamiri wa sairil Malahi bil Adillah Naqliyyah, Dala’ilul Atsar ‘ala Tahrimi Tamtsil bisy Syi’r, Tabri’atul Khalifah al-‘Adil wa Raddu ‘alal Mujadil bil Bathil, dan Risalah Badi’ah fir Raddi ‘ala Ahlil Majallatil Khali’ah.
Di samping tulisan-tulisan di atas, beliau juga menulis Ta’liq (komentar/catatan kaki) yang banyak atas Musnad Ahmad yang dicetak dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, demikian juga Ta’liq atas Fathul Bari, dan beberapa komentar atas al-Mustadrak karya al-Hakim.
Banyak dari tulisan-tulisan beliau yang diberi pengantar oleh para ulama besar seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Syaikh Abdur Razzaq Afifi.

Wafatnya
Syaikh Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri wafat di Riyadh tanggal 5 Jumada Tsaniyah tahun 1413 H dan dimakamkan di perkuburan Nasim, Riyadh. Semoga Allah meredhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannah-Nya. 


(Rujukan: Sirah al-Allamah Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri oleh Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman di www.myquran.org)
0

Tiga Hak Anak Atas Ayahnya...

Seorang ayah datang kepada Umar bin Khatthab. Dia mengeluhkan anaknya yang derhaka. Umar pun memanggil si anak dan menasihatinya.

Si anak berkata, "Wahai Amirul Mukminin, bukankah seorang anak juga punya hak atas ayahnya?"
Umar, "Ya, benar."
Si anak, "Apa itu, wahai Amirul Mukminin?"
Umar, berkata iaitu:
(1) Memilihkan ibu yang baik,
(2) memberikan nama yang bagus,
(3) memberikan pendidikan yang baik."

Si anak pun berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tak melakukan itu semua. Ibuku seorang majusiyah, ia menamaiku Ju'al (lelaki hitam dan jelek), dan ia sama sekali tak pernah mengajariku walaupun hanya satu huruf."
Maka, Umar pun berkata kepada si ayah, "Kamu ini datang mengadukan kederhakaan anakmu. Tapi sebetulnya kamu telah menderhakainya sebelum ia menderhakaimu. Kamu juga telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berlaku buruk kepadamu."


(Ali bin Naif Asy-Syahud, Mausu'ah Ad-Din An-Nashihah, jld III, hlm 80 disalin dari laman FB Abduh Zulfidar Akaha)
0

Tips Meredam Marah







Menahan marah bukan pekerjaan yang mudah, malah sangat sulit untuk melakukannya. Ketika ada orang cuba memancing emosi kita, barangkali darah kita langsung naik ke ubun-ubun, tangan sudah gemetar mahu memukul, sumpah serapah sudah berada di hujung lidah tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya, maka bersyukurlah, kerana kita termasuk orang yang kuat.

Cara-cara meredam atau mengendalikan kemarahan:


1. Membaca Ta'awwudz. Rasulullah bersabda Ada kalimat kalau diucapkan nescaya akan hilang kemarahan seseorang, iaitu A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).

2. Berwudhu. Rasulullah bersabda Kemarahan itu itu dari syaitan, sedangkan syaitan tercipta dari api, api hanya boleh terpadam dengan air, maka kalau kita marah berwudhulah (H.R. Abud Dawud).
 

3. Duduk. Dalam sebuah hadist dikatakan Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka tidurlah (H.R. Abu Dawud).

4. Diam. Dalam sebuah hadist dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).

5. Bersujud,ertinya solat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuah hadist dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)
0

Mengakui Kekurangan Diri

Awal malapetaka dan kehancuran seseorang terjadi ketika penyakit sombong dan merasa diri paling benar bersemadi dalam hatinya. Inilah sifat yang melekat pada iblis. Sifat inilah yang berusaha ditransfer iblis kepada manusia yang bersedia menjadi sekutunya. Sifat ini ditandai dengan ketidaksiapan untuk menerima kebenaran yang datang dari pihak lain; keengganan melakukan introspeksi (muhasabah); serta sibuk melihat aib dan kesalahan orang lain tanpa mau melihat aib dan kekurangan diri sendiri.                               Padahal, kebaikan hanya boleh terwujud bilamana seseorang bersikap rendah hati (tawaddu); mahu menyedari dan mengakui kekurangan diri; melakukan introspeksi; serta siap menerima kebenaran dari siapa pun dan dari mana pun. Sikap seperti ini sebagaimana dicontohkan oleh orang-orang mulia dari para Nabi dan Rasul.

Nabi Adam AS dan Siti Hawa saat melakukan kesalahan dengan melanggar larangan Tuhan, alih-alih sibuk menyalahkan iblis yang telah menggoda dan memberikan janji dusta, mereka malah langsung bersimpuh mengakui segala kealpaan seraya berkata, "Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, nescaya kami termasuk orang-orang yang rugi." (QS Al-A'raf [7]: 23).

Demikian pula dengan Nabi Yunus AS saat berada dalam gelapnya perut ikan di tengah lautan. Ia tidak menyalahkan siapa pun, kecuali dirinya sendiri, seraya terus bertasbih menyucikan Tuhan-Nya. Ia berkata, "Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesunguhnya, aku termasuk orang-orang yang zalim." (QS Al-Anbiya [21]: 87).

Bahkan, Nabi Muhammad SAW selalu membaca istighfar dan meminta keampunan kepada Allah SWT sebagai bentuk kesedaran yang paling tinggi bahawa tidak ada manusia yang sempurna. Kerana itu, ia selalu melakukan introspeksi. Beliau bersabda, "Wahai, manusia, bertaubatlah dan mintalah keampunan kepada-Nya. Sebab, aku bertaubat sehari semalam sebanyak seratus kali." (HR Muslim).

Begitulah sikap arif para nabi yang patut dijadikan teladan. Mereka tidak merasa diri mereka sudah sempurna, bersih, dan suci. Allah SWT berfirman, "Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui orang yang bertaqwa." (QS Annajm [53]: 32).

Kerana itu, daripada mengarahkan telunjuk kepada orang, lebih baik mengarahkan telunjuk kepada diri sendiri. Daripada sibuk melihat aib orang, alangkah bijaknya kalau kita sibuk melihat aib sendiri. Dalam Musnad Anas ibn Malik RA, Nabi SAW bersabda, "Beruntunglah orang yang sibuk melihat aib dirinya sehingga tidak sibuk dengan aib orang lain."
0

Bidadari Syurga

Wahai, para suami, istri yang menemani kita sesungguhnya adalah bidadari yang diturunkan untuk menjadi pendamping kita di dunia. Ia juga yang kelak menemani kita saat menikmati kebahagiaan syurga di akhirat.

Mari, kita kenali sifat-sifat isteri yang memesona ini. Imam Ath-Thabrany mengisahkan sebuah hadis dari Ummu Salamah. "Wahai, Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli?" Beliau menjawab, "Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, serta rambutnya
berkilau seperti sayap burung nasar."

"Lalu, bagaimana tentang firman Allah, 'Laksana mutiara yang tersimpan baik'." (QS Alwaqi'ah [56]: 23). Jawabnya, "Kebeningannya seperti mutiara di kedalaman lautan yang tidak pernah tersentuh tangan manusia."

"Jelaskan lagi kepadaku firman Allah, 'Di dalam syurga-syurga itu, ada bidadari-bidadari yang baik-baik dan lagi cantik-cantik'." (QS Arrahman[55]: 70). Beliau menjawab, "Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita."

Saya berkata lagi, "Jelaskanlah firman Allah, 'Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik'." (QS Ashshaffat [37]: 49). Beliau menjawab, "Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar."

"Manakah yang lebih utama, wanita dunia atau bidadari yang bermata jeli?" Rasulullah berkata, "Wanita-wanita dunia lebih utama dari bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang kamu nampak dengan apa yang tidak kamu nampak."

"Kerana apa wanita dunia lebih utama dari mereka?" Beliau menjawab, "Kerana, shalat, puasa, dan ibadah mereka. Sehingga, Allah meletakkan cahaya di wajah mereka. Tubuh mereka seperti kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara, dan sisirnya terbuat dari emas."

Sungguh indah gambaran Nabi SAW tentang bidadari. Namun, lebih indah lagi penjelasannya tentang wanita di dunia yang taat kepada Allah. Hanya ada dua syarat untuk menjadi wanita mulia seperti itu. Pertama, taat kepada Allah dan rasul-Nya. kedua, taat kepada suami.

Yang pertama bererti mencintai Allah dan Rasulullah melebihi apa pun. Yang diperintahkan ia kerjakan dan yang dilarang ia tinggalkan. Kepada orang tua ia berbakti dan dengan sesama manusia ia sentiasa mahu hidup berbagi (sedekah).

Sementara itu, taat kepada suami di antaranya tampil menyenangkan di hadapan suami serta menjaga kehormatan diri, anak-anak, dan harta suami. Ia juga tidak membantah suami dalam kebenaran, tidak berjalan dan berkhalwat dengan lelaki yang bukan mahram, serta segalanya selalu dalam kebaikan. Dialah bidadari surga itu...sungguh indah dan mulia jika wanita seperti ini menjadi pendamping kita di dunia dan akhirat...
0

Membuang Duri....

Kita  tentu biasa berbuat baik, malahan tentunya bukan untuk mengharapkan sesuatu dari apa yang kita buat. Kenapa kita sedar semua itu, kerana itu merupakan peranan yang harus kita main dan ada pada diri kita masing-masing. Adalah kewajipan kita untuk menyingkirkan atau membuangkan duri di jalan yang sedang kita lalui, bukan saja untuk tidak melukakan diri kita, namun untuk menjaga para pejalan yang lalu di jalan itu juga.

Jadi, meski tidak ada seorang pun yang mengucapkan terima kasih atas perbuatan baik yang kita lakukan, itu tidak perlu mengecilkan arti dan amal yang kerja kita atau mungkin saja orang lain tidak memahami kebaikan itu, kerana mereka menganggap memang seharusnya kita melakukan itu. Maka, apatah erti sebuah ucapan terima kasih??. Biarkan saja kebaikan mengalir dari tangan anda dan biarkan benak hati kecil kita terbebas dari perasaan berjasa. Ini dapat difahami maksud hadis iaitu berikan derma dari tangan kanan seakan-akan tangan kirimu tidak mengetahuinya...wassalam....
0

20 Ringgit Sejam.....


Seorang bapa pulang ke rumah dalam keadaan letih disambut baik oleh anaknya yang berusia 7 tahun. Sambil mengangkat briefcase ayahnya, si anak itu bertanya kepada ayahnya.....
Anak: Ayah....ayah.....boleh afif nak tanya satu soalan???
Ayah: Hmmm....afif nak tanya apa??
Anak: Ayah....berapa pendapatan ayah sejam di pejabat?
Ayah: Itu bukan urusan afif, buat apa sibuk-sibuk nak tanya? Si ayah mula menengking.
Anak: Afif saja nak tahu ayah....Tolong beritahu berapa pendapatan ayah sejam di pejabat? Si anak mula merayu pada ayahnya.
Ayah: 20 ringgit sejam...Kenapa nak tahu?Jerkah ayahnya lagi.
Anak: Oohhh...20 ringgit...afifi menundukkan mukanya...
Anak: Ayah...boleh tak bagi afif pinjam 10 ringgit dari ayah?

Si ayah mula menjadi berang dan berkata, "Ohh, itu ke sebabnya afif tanya pasal pendapatan ayah? Afif nak buat apa dengan duit itu? Mintak sampai 10 ringgit? Nak beli mainan lagi?? Ayah penat-penat kerja cari duit, kamu senang-senang nak membazir ya.... Sudah, pergi masuk bilik...tidur, dah pukul berapa nih!

Si anak itu terdiam dan perlahan-lahan dia kembali ke biliknya. Si ayah duduk di sofa sambil memikirkan mengapa anaknya yang sekecil itu meminta duit sampai 10 ringgit. Kira-kira 2 jam kemudian, ayah kembali tenang dan terfikir kemungkinan besar anaknya benar-benar memerlukan duit untuk keperluan di sekolah kerana anaknya tidak pernah meminta wang sebegitu banyak sebelum ini.

Dengan perasaan bersalah, si ayah melangkah menuju ke bilik anaknya. Didapati anaknya masih belum tidur. "afif benar-benar perlukan 10 ringgit? Nah...ambil ni" Si ayah mengeluarkan sekeping duit warna merah. Afif segera bangun dan tersenyum girang, "terima kasih banyak ayah". Lalu afif mengangkat bantalnya dan mengeluarkan sekeping nota 10 ringgit yang sudah renyuk terhimpit oleh bantal. Bila ternampak duit itu, si ayah mula kembali berang. "Kenapa afif mintak duit tu?? dan dari mana afif dapat duit itu?? Afif tunduk.... tak berani dia merenung ayahnya....sambil menggenggam kemas duit itu, afif menerangkan...."Duit ini afif kumpul dari belanja sekolah yang ayah bagi hari-hari. Afif minta 10 ringgit pada ayah sebab afif tak cukup duit"...
"Tak cukup duit nak beli apa?" Jerkah ayahnya lagi. "Ayah....sekarang afif dah ada 20 ringgit....nah ayah ambil duit ni. Afif nak beli sejam dari masa ayah di pejabat tu. Afif nak ayah pulang kerja awal esok. Afif rindu nak makan malam dengan ayah..." Jelas afif tanpa memandang wajah ayahnya...

Pengajaran dari kisah ini adalah kebahagian dan kasih sayang adalah sangat penting dalam rumahtangga,  jika dilihat cara seorang anak yang sangat ingin dan rindu untuk berkumpul bersama. Harta benda boleh di cari, tetapi kasih sayang tidak boleh di jual beli. Sesibuk mana pun kita...carilah sedikit ruang untuk kita bermusyawarah bersama isteri dan anak-anak.



0

Hak Kanak-Kanak Amanah Orang Dewasa

DEWASA ini ramai yang memperkatakan hak kanak-kanak. Kanak-kanak perlu dilayan dengan baik kerana itu hak mereka. Kanak-kanak berhak memilih untuk tinggal dengan siapa selepas ibu bapa bercerai kerana itu hak mereka. Mendera kanak-kanak adalah jenayah dan ia melanggar hak kanak-kanak.

Kanak-kanak perlu diberi nafkah kerana itu hak mereka dan sebagainya. Kerajaan juga prihatin dengan hak kanak-kanak di Malaysia. Apakah sebenarnya yang dikatakan hak kanak-kanak? Soalan paling asas yang perlu difahami ialah apakah kanak-kanak mempunyai hak terhadap sesuatu dalam hidup ini?
Ramai ahli teori berbeza pendapat sama ada kanak-kanak ini sebenarnya ada hak atau tidak. Mereka berbeza pendapat dalam menilai hak anak dan hubung kait dengan kebajikan, kepentingan, tanggungjawab dan hukuman. Perbincangan seperti bolehkah kanak-kanak mempunyai hak sedangkan mereka sendiri perlukan orang lain untuk mendapatkan hak itu?

Bolehkah kanak-kanak mempunyai hak jika mereka sendiri sangat muda dan tidak mampu untuk membuat sesuatu yang menunjukkan balasan kepada hak dan tanggungjawab sendiri?

Pemikir liberationists contohnya Halt, percaya kanak-kanak tanpa mengira usia mesti dilayan seperti orang dewasa. Mereka berhak kepada semua perkara seperti orang dewasa.

Contohnya mereka mempunyai hak untuk memilih, mengundi, untuk bekerja, mendapat duit hasil kerja, menjual beli, memilih pendidikan dan sebagainya.
Pendapat ini sangat liberal dan melihat kanak-kanak seperti orang dewasa, yang berhak melakukan apa saja dalam hidup. Bahkan sebagai orang dewasa, kita perlu membiarkannya dan menghormati apa saja kehendak dan pilihan kanak-kanak.

Pada masa sama, ada aliran pemikiran yang berlawanan mengatakan kanak-kanak tidak mempunyai sebarang hak. Mereka tidak mampu untuk membuat pilihan dan tidak mampu melaksanakan apa yang dikatakan kemampuan memilih dan melaksanakan hak. Justeru, ia bermaksud kanak-kanak tidak mempunyai sebarang hak dan orang dewasa yang berkuasa mutlak menentukan, menyediakan serta membuat keputusan untuk kanak-kanak.

Islam menyentuh isu hak kanak-kanak sejak zaman Nabi Muhammad SAW lagi. Pendekatan diambil oleh Islam sangat unik dan ia adalah jalan pertengahan di antara dua teori yang dibincangkan terdahulu. Islam mengiktiraf bahawa kanak-kanak adalah makhluk Allah yang mempunyai hak tertentu dalam hidup ini dan meletakkan tanggungjawab pada orang dewasa untuk melaksanakan dan menjayakan agar hak kanak-kanak diberikan kepada mereka.

Islam menyuruh bapa bertanggungjawab memberi nafkah kepada anak, menyediakan makanan sesuai, memberi nama yang baik, mendidik mereka dengan adab yang baik, mengajar ilmu agama adalah gambaran kepada pengiktirafan Islam terhadap hak kanak-kanak.

Bahkan, seorang profesor dari Yaman, Dr Saleh al-Dhubyani, menyebut bahawa apabila ibu mengandung diberi keringanan untuk berbuka puasa, dilarang daripada mengambil ubat-ubatan yang membahayakan kandungan atau menggugurkan kandungan tanpa alasan dibenarkan syarak, adalah bukti walaupun kanak-kanak belum lahir, Islam sudah meraikan hak mereka.

Teori hak ini dikembangkan dan akhirnya diraikan dengan rasmi melalui konvensyen mengenai Hak Kanak-kanak Perhimpunan Bangsa-Bangsa Bersatu (UNCHR) pada 1989. UNCHR 1989 membincangkan apakah hak kanak-kanak yang perlu dipertahankan.

Negara kita Malaysia menandatangani konvensyen ini pada 28 Disember 1994 dan mengguna pakai pada 7 Februari 1995.

Antara peruntukan besar dalam UNCHR seperti Artikel 27 ialah ibu bapa atau sesiapa saja yang bertanggungjawab terhadap kanak-kanak bertanggungjawab untuk memastikan kesejahteraan kanak-kanak dalam kemampuan dan kapasiti mereka untuk menyediakan satu kehidupan yang wajar untuk perkembangan kanak-kanak.

Peruntukan ini menerangkan bahawa kanak-kanak mempunyai hak untuk dibesarkan dalam suasana keluarga dan ibu bapa mesti memperuntukkan sebahagian kewangan untuk menjayakan hak berkenaan kepada kanak-kanak.

Ibu bapa wajib menyediakan dalam kemampuan mereka, membelanjakan pada tahap kemampuan kewangan mereka membiayai hidup kanak-kanak supaya mereka dapat membesar dengan sejahtera. Itu adalah antara hak kanak-kanak. UNCHR juga melihat keluarga sebagai kelompok terpenting tempat kanak-kanak hidup dengan selesa dan dapat membesar dengan baik. Hak anak diiktiraf dan ibu bapa bertanggungjawab memastikan ia dilaksanakan dengan baik.

Pada masa sama, apabila ibu bapa gagal menjaga kesejahteraan kanak-kanak, gagal memberi bantuan kewangan menjayakan tumbesaran dan kehidupan yang baik untuk kanak-kanak, maka kerajaan perlu campur tangan dan membantu menjayakan hak kanak-kanak itu.

Ia dapat dilihat melalui Artikel 27.3 yang menyebut antara lain bahawa kerajaan perlu membantu ibu bapa untuk menunaikan hak kanak-kanak itu terutama membabitkan bantuan material dan makanan, pakaian dan penempatan. Tanggungjawab kerajaan adalah membantu apabila ibu bapa gagal menyediakan kerana tidak berdaya, tidak berupaya dan bukan mengganti tugasan ibu bapa.

Isu yang berlaku di negara kita membabitkan kebajikan kanak-kanak adalah perkara besar yang mesti diketengahkan.

Tuntutan nafkah kanak-kanak selepas ibu bapa bercerai dinafikan oleh bapa yang lari daripada tanggungjawab dan statistik kanak-kanak luar nikah yang tinggi lahir di Malaysia adalah isu besar kerana hak kanak-kanak.

Hak mereka untuk mendapat kehidupan yang baik dinafikan dan mereka mungkin akan terabai dalam menghadapi tumbesaran yang sesuai. Kita perlu bangun untuk menyediakan ruang yang baik untuk hak kanak-kanak ini.

Penulis ialah Profesor Madya di Pusat Pemikiran & Kefahaman Islam (CITU), UiTM Shah Alam, sedang melanjutkan pengajian PhD bidang Undang-Undang Keluarga di La Trobe University, Melbourne, Australia
0

Ibu, Mengapa Ibu Menangis??


Kemudian, anak itu bertanya kepada ayahnya. “Ayah,mengapa ibu menangis ?”
Sang ayah menjawab, “Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan.”
Hanya itu jawapan yang dapat diberikan oleh ayahnya. Lama kemudian, si anak itu menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Pada suatu malam, ia bermimpi dan mendapat petunjuk daripada Allah mengapa wanita mudah sekali menangis. Saat Allah menciptakan wanita, Dia membuat menjadi sangat penting. Allah ciptakan bahunya,agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya. Walaupun, bahu itu cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tidur.
Allah berikan wanita kekuatan untuk melahirkan zuriat dari rahimnya.  Dan sering kali pula menerima cerca daripada anaknya sendiri……Allah berikan ketabahan yang membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah di saat semua orang berputus asa.
Wanita, Allah berikan kesabaran, untuk merawat keluarganya walau letih,sakit, lelah dan tanpa berkeluh-kesah. Allah berikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya, dalam situasi apa pun. Biarpun anak-anaknya kerap melukai perasaan dan hatinya.
Perasaan ini memberikan kehangatan kepada anak-anaknya yang ingin tidur. Sentuhan lembutnya memberi keselesaan dan ketenangan. Dia berikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa kegentiran dan menjadi pelindung baginya. Bukankah tulang rusuk suami yang melindungi setiap hati dan jantung wanita ?
  
Allah kurniakan kepadanya kebijaksanaan untuk membolehkan wanita menilai tentang peranan kepada suaminya. Seringkali pula kebijaksanaan itu menguji kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap saling melengkapi dan menyayangi. 

Dan akhirnya, Allah berikannya airmata agar dapat mencurahkan perasaannya…
Inilah yang khusus Allah berikan kepada wanita, agar dapat digunakan di mana ia inginkan.
Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, airmata!

” Ini airmata kehidupan.”
0

Sejuta Arif

Kata-katamu tak sempat lama kan lampu merah
Cepat kau menepi menghitung kepingan rupiah
Arif tak peduli walau panas hujan menerpa
Untuk sebuah kehidupan

Anak kecil berlarian dibelantara kota
Bernyanyi dengan alat musik sangat sederhana
Arif tak peduli masa kecilnya tlah terampas
Bahkan cita-citamu hampa

Sepuluh seratus bahkan seribu
Seratus ribu bahkan sejuta Arif menunggumu
Uluran tanganmu
Demi generasi jauh disana

Pernahkah kau pikir andai kau Arif sebenarnya
Berjuang menepis keangkuhan manusia kota
Arif tak peduli hatinya terbentur prahara
Bahkan cita-citamu hampa

Laman Sahabat

Bicara UKHUWWAH

ShoutMix chat widget

Followers

About Me

Foto Saya
ibnu qais
Dilahir di Kampung tercinta di Desa Permai Pagut pada tanggal 18 Mei 1986 pada jam 08.55pm bersamaan 9 Ramadhan 1406 Hijrah iaitu jatuh pada hari Ahad. Mendapat pendidikan awal di Sekolah Agama (Arab) Al-Ittihadiah Tanjung Pagar, Ketereh.Kemudian melanjutkan ke pengajian menengah di Sekolah Menengah Agama (Arab) Darul Aman, Kok Lanas dari 1999-2002, sekarang dikenali Ma'had Tahfiz Sains Nurul Iman. Setelah itu saya berhijrah ke Sekolah Menengah Agama (Arab) Azhariah, Melor. Setelah tamat, saya mendapat tawaran melanjutkan pengajian ke peringkat diploma bidang syariah di Kolej Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra (KIAS),Kelantan (2005-2008) dan sekarang melanjutkan pengajian sarjana di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Nanggroe Acheh Darussalam, Republik Indonesia,dalam Fakultas Syariah Jurusan Ahwalul Syakhsiyyah(Hukum Keluarga Islam). Sebarang pandangan emailkan kepada yiez_almaqdisi@yahoo.com @ ibnqais@gmail.com.
Lihat profil lengkap saya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Ultimos Comentarios

 
Copyright © Jalan Yang Lurus